Saturday, August 11, 2012

Beda Tapi Sama



Akhir-akhir ini, beli baju atau sepatu buat Esha bikin kami banyak argumen. Dia anak perempuan yang picky dan punya selera sendiri. Apa yang saya pilihkan hampir selalu tidak cocok sama yang dia suka. Biasanya dia bilang, “Tsk. Esha gak suka banget baju ini.“ Saya -maunya- dia pake baju-baju simple yang tidak banyak detil aneh-aneh, sepatunya biasanya saya pilih yang model pantovel sol karet atau kanvas. Tapi, eeeeh... Esha lebih suka model beginian:

“Aduh, Sha...“ saya bilang, “Ini bisa bikin kamu kepelitek. Modelnya juga aneh.“ Tapi dia super ngotot. Kalau sudah A ya A sampai titik darah penghabisan. Akhirnya ya jadilah dia beli selop itu untuk kemudian tak-tok di dalam rumah.

Esha adalah gambaran masa lalu saya :p Dulu saya juga selalu berdebat sama ibu soal apa yang saya pakai. Ibu suka gadis rapi dan feminin, saya cenderung berantakan. Ibu berharap saya mau pakai jins baggy, saya pilih model cargo. Demikianlah. Harusnya saya bisa lebih mengerti Esha dan tidak stress saat belanja dengannya. Untung ayahnya bisa jadi penengah :D

Monday, June 11, 2012

Roseola Infantum


Pertengahan tahun sepertinya jadi titik rendah kesehatan Esha. Tahun lalu dia kena combo campak dan cacar, tahun ini giliran Roseola.

Minggu lalu, hari Selasa siang, tiba-tiba Esha demam waktu tidur siang. Saya temp, sampai 38°C. Tapi tidurnya nyenyak dan waktu bangun pun dia gak kelihatan sakit. Jadi saya biarkan tubuhnya berperang dulu sebelum saya kasih dia penurun panas. Makan tetap banyak, aktif seperti biasa. Malamnya panasnya makin tinggi (saya bersyukur Esha punya ambang demam yang tinggi jadi tubuhnya kuat melawan virus di suhu tinggi) jadi saya kompres dan kasih parasetamol. Alhamdulillah sebentar kemudian panasnya turun. Tapi sampai Kamis pagi demamnya naik-turun di kisaran 38-39,5°C. Sepanjang itu pula dia gak tampak sakit. Saya bersikeras untuk gak bawa dia ke dokter karena sebelum 72 jam hasil lab gak bisa dipakai untuk menegakkan diagnosa, lagipula Esha baik-baik saja. Dia cuma mengeluh matanya panas. Saya pikir itu karena dia demam saja.

Jum'at dia masuk sekolah lagi. Saya yakin dia sudah sembuh. Demamnya tidak kembali lagi. Dia cuma bilang perutnya agak kembung. Sabtu, pulang sekolah, matanya agak bengkak dan sorenya muncullah bercak-bercak merah persis campak di dada dan punggungnya. Langsunglah saya tau dia kena Roseola. Bercaknya bertahan dua hari. Menyebar ke leher dan muka tapi berangsur hilang.

Apa itu Roseola Infantum?

Ini penyakit yang sangat umum pada anak-anak. Disebabkan virus yang masih satu keluarga dengan herpes, campak, dan cacar. Tapi Roseola ini sangat ringan dan sebenarnya tidak perlu perawatan khusus (menjelaskan ciri khas-nya yang tidak memperlihatkan tanda sakit pada anak walau demamnya tinggi.) Umumnya menyerang anak umur 6 bulan sampai 3 tahun. Tapi bisa juga saat anak sudah masuk usia sekolah seperti Esha.

Penularannya lewat udara, liur, bersin,  batuk. Masa inkubasi-nya dua minggu.

Gejala awalnya adalah demam yang mendadak tinggi selama 2 sampai 3 hari. Pada kebanyakan kasus, pada fase ini anak tidak tampak sakit. Tapi bila daya tahan tubuhnya lemah mungkin menunjukkan tanda khas infeksi virus seperti meler, batuk, badan linu. Hanya sedikit anak yang sampai terkena kejang saat demam Roseola. Ini sebabnya fase demam harus diawasi dengan pemberian obat turun panas, kompres hangat, dan minum yang banyak. Saat terjadi demam ini pula masa penularan berlangsung.

Setelah tiga hari, demam berhenti. Kemudian muncullah bercak merah yang lebar dan pudar bila ditekan. Kadang timbul dan dikelilingi garis putih. Ini yang membedakan Roseola dari campak yang mengeluarkan bercak justru saat demam sedang tinggi. Bercak ini adalah saat virus sudah tidak aktif. Tidak ada lagi penularan. Umumnya bercak Roseola tidak mengganggu anak tapi bisa disertai gangguan pencernaan, nafsu makan menurun, dan mata bengkak.

Saat bercak muncul dan demam hilang, bila anak tetap aktif, dia sebetulnya sudah boleh keluar rumah atau bahkan masuk sekolah. Tapi orang-orang pasti freak out karena bercaknya lumayan tampak parah meskipun sebenarnya si anak sehat. Jangan panik karena paling lama cuma berlangsung tiga hari.

Anak yang sudah terinfeksi Roseola berarti sudah imun dan tidak akan terinfeksi lagi meskipun sedikit kasus menunjukkan pengulangan saat dewasa.

Jadi, moms, jangan panik duluan kalo anaknya demam. Kasih waktu untuk antibodinya melawan si kuman. Jangan buru-buru bawa ke dokter sebelum 72 jam (kalo gak mau dikasih antibiotik radang tenggorokan :p) dan kalau ternyata penjahatnya adalah virus, tidak ada obat -apalagi antibiotik- yang ampuh kecuali antibodi si anak sendiri yang harus di-boost lewat makanan, air putih, jus, vitamin c, dan istirahat.

Semoga bermanfaat ya, moms :)

Sunday, July 24, 2011

Perawatan di rumah saat anak cacar air

Dear Moms,
Mudah-mudahan pengalaman yang saya share ini lumayan bisa membantu dan menenangkan bila si kecil (mudah-mudahan jangan sampe) terkena cacar air. Tidak perlu panik dan kuatir, ini penyakit yang umum untuk anak-anak dan termasuk self-limiting disease, yang artinya dia akan sembuh sendiri dengan bantuan antibodi si anak karena virus tidak bisa dikalahkan dengan obat. Tapi, bukan berarti cacar penyakit ringan, karena ciri khas infeksi virus adalah demam, lemas, nyeri otot, dan gangguan saluran nafas. Gangguan-gangguan ini yang membutuhkan perhatian yang, bila tidak ditangani dengan tepat, bisa menimbulkan komplikasi.

Pada cacar air, demam dan nyeri otot bisa hadir atau tidak. Jika iya, berikan paracetamol untuk meredakannya dan membantu anak istirahat lebih nyaman. Saat bintil berairnya mulai muncul, sebaiknya periksakan ke dokter untuk memastikan itu memang cacar. Sebisa mungkin, saat di ruang tunggu dokter, jauhkan ia dari anak-anak lain untuk mencegah penularan karena virus cacar mudah berpindah lewat nafas dan udara (airborne). Dokter kemudian akan memeriksa apakah ada radang atau penyakit lain yang muncul setelah dipicu virus campak, jika ada akan diresepkan obat untuk itu. Jika tidak ada, biasanya akan diresepkan obat racikan antiviral dan obat oles. Yang harus diingat, obat-obat ini tidak untuk menyembuhkan tapi hanya mengurangi aktivitas virus. Tanyakan juga apa bedak yang aman untuk mengurangi gatalnya (ada dokter yang mungkin menyarankan minum antihistamin, tapi kasian kalo terlalu banyak minum obat ;p), untuk Esha saya pakai bedak salicyl menthol ada juga yang pakai caladine dan lotion calamine.

Setelah sampai di rumah, pastikan si kecil menempati kamar sendiri, jangan dekat-dekat anggota keluarga yang belum pernah terkena cacar terutama kalau ada bayi atau ibu hamil. Masa menular ini berlangsung sejak bintil pertama muncul sampai semuanya mengering dan rontok. Selama itu si kecil sebaiknya 'diisolasi'. Pisahkan peralatan makan dan mandinya. Ganti seprai setiap hari, atau untuk praktisnya gunakan alas (flanel atau jarit) yang lebih mudah diganti dan dicuci.

Kebersihan harus selalu dijaga. Orang-orang jaman dulu bilang anak cacar tidak boleh dimandikan, padahal kulit harus selalu bersih dan kering. Saat bintil pecah dan serum kena kulit yang bersih, itu akan jadi bintil baru. Jadi pastikan si kecil mandi dengan cairan antiseptik (dettol atau PK), keringkan lembut dengan menepuk-nepukkan anduk, lalu kenakan pakaian yang longgar supaya tidak banyak gesekan. Kamar sebaiknya berventilasi baik dan tidak pengap atau gerah untuk mencegah si kecil berkeringat yang bisa membuat kulitnya makin gatal.

Jangan sampai si kecil menggaruk-garuk bintilnya karena bisa menyebabkan infeksi dan bekas yang dalam. Pastikan tangannya bersih dan kukunya pendek. Rajin-rajin ingatkan dia untuk tidak menggaruk atau mengelupas bekas lukanya, bantu dia mengusap-usap daerah yang gatal di punggung dan tempat-tempat yang tidak bisa dia lihat karena kemungkinan akan dia garuk lebih keras.

Yang paling penting, pastikan si kecil mendapat asupan gizi yang cukup untuk membantunya meningkatkan daya tahan tubuh untuk melawan si virus jahat. Beri buah-buahan yang banyak mengandung vitamin C, atau bisa juga dalam bentuk plasebo (pengganti) seperti suplemen. Sekarang juga sudah banyak pengobatan homeopathic atau pengobatan tradisional yang bisa dibuat di rumah. Kebanyakan mengandung herbal. Ada yang menyarankan jintan hitam, atau berendam di air dingin yang dicampur jahe atau oatmeal untuk mengurangi gatal. Untuk menghilangkan bekas-bekas cacar, katanya parutan jagung muda cukup efektif.

Semoga bermanfaat ya, moms. Ingat untuk tetap tenang dan kuat. Semangati dan bacakan doa untuk si kecil supaya dia cepat sembuh :)

It's A Combo Hit!

Ini adalah masa sakit terpanjang seumur hidup Esha. Campak dan cacar air beruntun. Mudah-mudahan dia semakin kuat dan belajar sabar dari sakitnya ini.

Awalnya dua minggu yang lalu, hari Senin (11/7) pulang sekolah dia mulai bersin-bersin dan meler. Ingusnya cair dan bening. Selasa malam, dia demam dan panasnya langsung tinggi, sampai 40'C. Takut kejang, saya kompres dan kasih paracetamol. Sepanjang malam itu dia tidur nyenyak. Rabu pagi, panasnya turun dan dia juga udah ceria lagi dan bisa main-main seperti biasa. Nafsu makannya pun baik-baik saja. Kamis, demamnya datang lagi dan di kaki dan tangannya mulai muncul bintik-bintik merah. Saya coba tekan kulitnya dan ruamnya hilang. Agak tenang karena sepertinya bukan demam berdarah, lagipula demamnya tidak terus menerus tapi naik-turun. Sempat curiga itu Roseola, tapi kok bintiknya muncul berbarengan dengan demam. Jadi hari itu juga kami bawa Esha ke dokter. Karena dia sangat-sangat jarang ke dokter (terakhir adalah Agustus tahun lalu waktu dia muntah-muntah karena gangguan pencernaan), maka mengamuklah dia di ruang periksa. Ayahnya, suster, dan saya harus 'melumpuhkan' dia supaya bisa diperiksa. Tapi tetap saja kami kalah (iya, tenaga Esha memang LUAR biasa), akhirnya cuma di-check sekilas gitu aja dan diagnosa-nya radang tenggorokan.

Saya tanya : kenapa ingusnya cair dan meler terus?
Dokter bilang : karena terhubungnya THT
Saya tanya : kenapa muncul bintik-bintik?
Dokter bilang : efek dari demam tinggi beberapa hari lalu.

Dikasihlah antibiotik Longcef (Indikasi: Infeksi saluran nafas, kulit, dan jaringan lunak). Duh, kalo udah pake antibiotik gini paling gak suka. Tapi liat Esha batuk-batuk dan makin lemes, sepertinya itu yang terbaik. Kurang sreg karena pemeriksaannya sekilas banget (ya, saya memang ibu yang skeptis dan baru puas kalo udah ngobrol panjang lebar sama dokternya).

Jumat, demam masih naik-turun dan ruam merah mulai muncul di lengan, paha, muka. Matanya super sayu dan merah (ciri khas campak). Ruam di sekeliling matanya bikin dia keliatan sakit banget. Ah, sudah... ini sih campak. Alhamdulillah dia masih mau makan dikit-dikit pagi itu.

Campak
Penyebab: Paramyxovirus
Gejala : demam, sakit tenggorokan, hidung meler, kunjungtivitis (peradangan selaput ikat mata), bercak koplik di mulut, nyeri otot, dan ruam kulit. Gejala-gejala ini sangat khas sehingga tiap orang tua pasti akan tau anaknya kena campak jika ini terjadi.

Sabtu, ruamnya makin banyak. Masa keluarnya semua ruam ini yang paling menyiksa. Si anak akan kelihatan sangat sakit dan lemah. Esha sendiri betul-betul gak berdaya. Banyak tidur dan samasekali gak keluar kamar. Susah banget makannya cuma mau air putih. Susu yang biasanya bisa habis 750cc tiap hari cuma masuk seperempatnya aja. Akhirnya harus saya paksa-paksa buat makan, soalnya penyakit viral gini kan obatnya cuma antibodi. Kalo badan gak dikasih asupan gizi yang cukup, bahaya. Apalagi komplikasi dari campak lumayan bikin stress : bronkhitis, pneumonia (yang seringkali berujung kematian *glek*), dan ensefalitis (radang otak). Jadilah saya paksa dia makan dan susu-nya saya campur GiziKita.

Minggu, demam turun dan gak naik lagi. Alhamdulillah. Ruam udah full, kasian banget liatnya. Dia mulai mau makan dan ngemil. Susu juga mulai banyak lagi. Mulai cerewet-cerewet lagi, mewarnai, dan lompat-lompat di kasur padahal badan baru enakan dikit -_-"

Senin, no more demam dan meler. Makan mulai banyak. Dia udah keluar kamar dan bisa beraktivitas. Tapi di keningnya muncul bintil yang isinya air. Apa nih? Baru juga pikiran tenang dikit, udah ada lagi yang lain. Duh, Gusti... tiap hari googling teruuuusss, dan kali itu saya gak nemu jawabannya (ha! there are actually things Google can't tell :p). Cuma satu-dua kasus yang bilang setelah campak muncul bintil air. Itupun penjelasannya gak mumpuni, bisa dibilang cuma kebetulan-kebetulan. Hari yang sama, bintilnya juga muncul di pantat dan kaki. Waduh. Saat itu saya pikir itu cuma bawaan campak aja (which is sebenernya gak mungkin). Apakah infeksi? Tapi kok bintilnya besar, sekelilingnya gak merah atau bengkak, dan serum (air di dalam bintil)nya jernih. Kalo infeksi pasti bernanah dan merah. Oke, tidak perlu ke dokter. Toh Esha juga sehat-sehat aja, gak ada demam susulan atau apapun. Dia bener-bener seperti hari-hari biasa.

Selasa sampai Kamis, ruam mulai pudar tapi bintil air bermunculan di tempat-tempat lain. Semakin gak tenang. Apalagi waktu bintilnya pecah dia bisa nangis banget sambi bilang "sakit... sakit..." huaaa... gak tega liatnya :( Susah banget dimandiin, tapi dia harus selalu bersih. Jadi kembalilah saya 'jahat' dan paksa dia buat mandi. Esha tuh paling gak bisa ditipu-tipu dan untuk membujuk dia butuh waktu panjang (yang saya gak bisa lakukan karena saya super tidak sabaran orangnya, beda sama si ayah...). Akhirnya dia mau mandi pake air campur Dettol dan keramas juga sambil sesekali dia atur-atur nafas kayak orang mau melahirkan. Buat mengontrol diri dan ngurangin sakit, kali ya. Pengen banget segera ke dokter, tapi kalo nanti Esha ngamuk lagi dan pemeriksaan gak tuntas terus cuma dapet diagnosa yang gak memuaskan plus obat yang gak perlu kan percuma. Aduuuuhhh...

Jumat, saya dan ayah memutuskan dia harus ke dokter buat mastiin kenapa bintilnya makin banyak. Jadi sejak pagi saya udah bujuk dia. Pokoknya ngomong udah panjang lebar lah sama dia. Oke, dia bilang, mau dokter dengan syarat si dokter atau suster gak boleh pegang dia samasekali. Saya bilang, "Oke. Nanti ibu bilang ke dokternya." Setelah baca-baca di internet, saya putuskan coba dulu pake krim Acyclovir buat bintil-bintilnya.

Sabtu, ke dokter. Dia samasekali gak lemes atau apa. Biasa aja gitu. Kecuali bahwa badan dan mukanya masih dihiasi sisa ruam dan bintil-bintil yang sebagian besar sudah pecah dan jadi lecet-lecet. Waktu nungguin masuk ruang dokter, saya udah deg-degan duluan ngeliatin nomer di atas pintu berubah menjelang nomer 17. Begitu giliran Esha, dia langsung digendong ayah dan gak dilepasin selama di ruang dokter. Si dr. Prastya-nya pun udah siap karena pengalaman sebelum itu. "Nggak dipegang kok, periksa jarak jauh aja." Saya jelasin dari A sampe Z apa yang terjadi sejak kunjungan terakhir itu, terus dikasih liat bintil-bintilnya.

Dokter bilang : "Cacar air ini, bu.. Waw, sudah banyak dan besar-besar."
Saya bilang : "Kalo pas pecah gitu dia sampe kesakitan banget, dok."
Dokter bilang : "Iya, itu karena sudah jadi krusta. Kalo digaruk bisa bernanah dan infeksi."
Saya bilang : "Dua minggu lalu ayahnya kena Herpes."
Dokter bilang : "Nah iya, memang masih berhubungan itu."

Obatnya puyer buat virusnya (tapi manis! karena puyer sekarang dicampur glukosa), dan antibiotik Dexyclav (indikasi: infeksi yang disebabkan bakteri, termasuk -pada kasus Esha- jaringan lunak dan kulit). Krim Acyclovir-nya masih terus dipake, oles 5 kali sehari (dioles sekali aja udah susah bener, apalagi 5 kali? -_-" grant us strength and ease, dear God).

Semuanya baik-baik saja. Esha makan, minum susu, ngobrol seperti biasa tapi rasa gatal dan perih-nya yang sangat 'melumpuhkan'. Dia jadi sibuk garuk-garuk diiringi seruan saya dan ayahnya "Esha, stop! Esha, jangan! Esha, nanti luka dan infeksi!", terus kalo pas perihnya dateng dia udah males ngapa-ngapain. Baringan aja sambil nonton film kartun sambil minta dikipasin. Memandikan dan olesin obatnya juga jadi tantangan buat ayah-ibunya :(

Saya percaya semuanya akan berakhir baik. Kasarnya, lebih baik dihajar abis-abisan di awal tapi menang di akhir. Habis ini, Insya Allah ga kena sakit-sakit 'wajib' macam begini lagi. Tinggal jaga daya tahan tubuhnya aja dan belajar jauh lebih sabar buat ajarin dia untuk sabar menghadapi sakitnya. Two viruses in a row! Phew. Saya dulu kena campak umur 3 tahun, dan cacar waktu kelas 6 SD. Ayahnya kena cacar waktu SMA kelas 1. Nah Esha? Luar biasa. Tuhan tau cara terbaik buat bagi-bagi rejeki dan ujian. Semua dapet takarannya masing-masing yang paling pas dan cocok. Jadi saya yakin Esha memang kuat buat semua ini. Yang saya sesali cuma, kenapa waktu ayahnya Herpes kok saya gak betul-betul menjauhkan Esha dari dia. Ya sudahlah.

Jadi, ibu-ibu yang anaknya belum kena cacar air, virus Varicella-Zoster ini penyebab cacar yang setelah sembuh akan tetap 'sembunyi' di ganglion untuk kemudian bisa 'bangun' lagi jadi Herpes Zoster ketika daya tahan tubuh seseorang menurun ditambah stress, kurang nutrisi, dan lain-lain. Nah, kalau anak dekat-dekat penderita Herpes, kemungkinannya akan jadi cacar air.

Jangan lalai imunisasi ya, bu. Esha sudah imunisasi campak waktu umur 9 bulan, dan MMR (Measles, Mumps, Rubella) umur 15 bulan. Ketika umurnya bertambah, efektivitas vaksinnya akan menurun dan harus diulang waktu umur 4 tahun. Kalaupun kena setelah imunisasi, tidak akan terlalu parah sakitnya.

Mudah-mudahan kita semua selalu sehat dan yang sakit cepat sembuh :)

Saturday, July 23, 2011

Menjadi Orang Tua Yang Sehat

Beberapa minggu lalu, di Dr. Oz Show (yes, i LOVE him. think we should have more doctors like him around. seriously) ada sepasang suami istri yang punya masalah dengan pola hidup dan berat badan mereka. Sejak menikah dan punya anak, mereka mulai makan secara tidak sehat dan lalai berolahraga apalagi memeriksakan kondisi kesehatan mereka sampai suatu hari si suami merasakan sakit di dada sampai dia jatuh di depan dua anak perempuan mereka yang masih kecil-kecil. It was the wake-up call. Pemeriksaan kemudian menunjukkan betapa tidak sehatnya mereka, bahkan tubuh si istri 45%-nya adalah lemak dan suami bermasalah dengan kolesterol. Saat itu umur mereka adalah 34 dan 42 tahun.

Si istri mengatakan bahwa rasa tidak nyaman dan sakit di tubuh mereka sudah seringkali datang, dan mereka tau pasti itu karena pola hidup mereka yang tidak sehat setelah menikah. Tapi mereka enggan memeriksakan diri karena tau hasil lab akan menunjukkan banyak hal yang salah dengan tubuh mereka dan membeberkan kelumpuhan atau kematian bisa datang tiba-tiba karena kondisi itu. Mereka takut untuk mendengar kebenaran tentang itu. Dr.Oz bilang, "Rasa sakit di dada Anda saat itu seperti dering telepon. Bisa Anda abaikan, tapi dia akan terus berbunyi sampai terlambat untuk menjawabnya. Sakit itu muncul dan hilang, tapi saat dia tidak terasa bukan berarti dia tidak ada. Lalu kenapa Anda ada disini?"

Jawaban sang ayah sangat mengena. Dia bilang, "Saya mau sehat. Saya mau terus hidup untuk melihat dua anak perempuan saya lulus sekolah, diwisuda, menikah..." Jreng jreeeeng. Ya, saat seseorang jadi orang tua, dia hidup bukan hanya untuk dirinya sendiri. Dia harus sehat supaya bisa melakukan tugasnya sebagai orang tua dan melihat anak-anaknya tumbuh sehat dan sejahtera. Kesehatan kita sebagai orang tua sama pentingnya dengan kesehatan anak-anak. All in all, kesehatan keluarga selalu yang paling penting. Sehat itu nikmatnya luar biasa lah pokoknya.

Dr. Oz Show hari itu juga jadi wake-up call buat saya. Sudah lama saya sadar bahwa kami (saya dan suami) harus hidup lebih sehat dan teratur memeriksakan kesehatan kami. Selama ini, sejak menikah dan punya anak, sakit saya "cuma" flu, gangguan pencernaan, sakit gigi... tapi dengan pola hidup yang terbilang lumayan parah (banyak kopi, makan "junk food", kurang buah dan sayuran, tidak ada olahraga) saya harusnya tau setidaknya ada yang salah dengan badan ini. Kurang berusaha untuk memperbaiki diet, malas olahraga, dan takut untuk check-up adalah tiga hal yang HARUS saya perangi. Dengan rencana untuk punya bayi lagi tahun depan, setidaknya saya harus berani periksa untuk tau saya sehat dan siap untuk hamil lagi.

Seharusnya, setiap kali saya lihat Esha, saya tau kenapa kesehatan ayah dan ibunya harus dijaga. Bukan hanya untuk kebaikan kami.

Friday, March 18, 2011

grafik menurun

Sejak awal semester dua ini, Esha gak semangat sekolah. Tiap pagi di hari-hari sekolah, dia hampir selalu rewel. Mulai dari susah bangun, susah mandi, dan beberapa kali bolos. Akhirnya kemarin dia bilang, "Bu, Esha belajar di rumah aja, ya." dan dia bilang gak suka lagi sekolah di Permata Hati.

Gurunya juga bilang bahwa akhir-akhir ini semangat Esha menurun dibanding awal sekolah dulu. Sementara teman-temannya yang dulu susah disuruh duduk diam sekarang mulai lebih tekun. Kemudian, gurunya akan kembali "menyalahkan" usia Esha yang jauh dibawah teman-teman sekelasnya yang jadi penyebab kurangnya kematangan emosinya. Saya sudah tidak mau panjang lebar menjelaskan lagi bahwa kalau di rumah dia baik-baik saja. Selalu semangat belajar, sudah mulai menulis alfabet dan angka, tidak bisa diam, cerewet. Saya juga tidak mau bilang, "Mungkin dia bosan disini, bu." Itu respon yang tidak menyenangkan buat pihak sekolah.

Pikiran ekstrem saya mulai menimbang-nimbang soal homeschooling. Tapi pasti akan banyak pihak yang tidak setuju. Mulai dari kakek-neneknya. Dan saya paling tidak suka berdebat. Jadi, sekarang, yang bisa saya lakukan hanya membuat Esha bertahan sampai masa sekolahnya di Permata Hati selesai tiga bulan lagi sambil mencari tempat belajar yang paling sesuai untuknya mulai awal Agustus nanti.

Friday, March 4, 2011

Belajar Membaca #1

Sebentar lagi sudah masuk tahun ajaran baru. Saya dilema. Antara kembali memasukkan Esha ke playgroup atau membiarkan dia maju terus ke TK A. Wali kelasnya bilang, secara kognitif, dia sudah mampu menyerap pelajaran-pelajaran untuk tingkat lanjut, tapi secara psikis mungkin dia masih perlu banyak waktu untuk bermain (ya, sekarang TK sudah bukan tempat bermain lagi. tapi sudah masuk fase serius belajar -_-"). Kalau memang dia harus mengulang masa playgroup-nya, sudah pasti saya akan mencarikan sekolah baru supaya dia tidak bosan harus mengulang pelajaran dari angka satu dan mengenal warna lagi.

Maka, sepertinya, playgroup it is. Tapi, di rumah, saya tidak akan mengajari "mundur". Dia sudah siap untuk mulai belajar membaca.

Sedikit intermezzo, saya sebenarnya sangat kangen mengajar. Membuat worksheets dan teaching aid, berlarian di kelas sambil bernyanyi, dijaili anak-anak, membaca dongeng, jadi satu dengan anak-anak, menulis laporan... dan ternyata jadi guru untuk anak sendiri tidak sesederhana itu. Tapi, mungkin saya hanya perlu sedikit pemanasan, dan Esha adalah partner yang tepat :) Maka, saya mulai kembali membuat worksheets dan teaching aid. Tadi pagi kami bermain tebak huruf dan mencocokkan huruf depan. Baru a sampai c saja. Saya senang sekali dia antusias dan bisa menikmati lembar kerjanya. Untuk menulis huruf, dia cepat sekali mahir. Tapi mengingat huruf perlu kesabaran ekstra. Dulu saya tidak bisa galak-galak karena murid saya anak orang lain, tapi dengan Esha saya bisa membuat batas dan garis yang tegas. Hohoho.

Ini foto kegiatan membaca kami hari ini:


Dia sudah bisa mencocokkan huruf besar dan huruf kecil dengan benar. Tapi huruf-huruf awal masih membingungkan, dan dia pernah protes bahwa awalan untuk 'buaya' adalah huruf 'bu' bukan 'be'. Ya, itulah tantangannya mengajari Esha. Tapi saya sangat suka! :)
Kita belajar sama-sama ya, nak. We'll have tons of fun!

Halaman-halaman Lain...

 

Blog Template by YummyLolly.com - RSS icons by ComingUpForAir