Sunday, August 29, 2010

Bersama, Aku Bisa!

Sudah sebulan Esha sekolah, dan senangnya bisa lihat dia mulai menikmati kegiatan-kegiatan di kelas dan berani menggunakan fasilitas sekolah meskipun dia masih belum bisa berbaur dengan teman-temannya dan jadi sangat pendiam. Saya selalu menguatkan hati saya sendiri untuk tidak merasa kasihan melihat Esha duduk di pinggir dan tidak protes kalau teman-temannya naik meja menghalangi pandangan, karena dengan begitu saya bisa menguatkan dan menyemangati Esha untuk belajar mandiri, berani, dan pada akhirnya bisa membela diri. Saya juga lega karena sejauh ini dia bisa mengambil moral di akhir hari-hari sekolahnya dengan bercerita bahwa merebut mainan, memukul, mendorong, mencoret-coret itu tidak baik. Harapan besar saya, sebagai ibu, adalah dia akan terus bisa menggunakan akal sehatnya untuk membedakan mana yang baik, mana yang buruk. Mana yang boleh dan tidak. (dia memang baru dua tahun sembilan bulan sekarang, tapi dia akan jadi gadis remaja nantinya, and without a good head upon her shoulders, you know how scary that could be...)

Di rumah, Esha memperlakukan kertas dan alat tulis seperti yang dia mau, dan itu saja. Dia bukan penggemar buku mewarnai atau penyambung garis putus-putus. Kertas polos adalah yang paling cocok karena disitu dia bisa bikin apa saja semau dia. Lingkaran yang jadi kentang, oval yang jadi ikan, persegi yang jadi rumah, garis-garis yang jadi cacing... Tapi baru seminggu ini saya tahu bahwa koordinasi tangan dan mata-nya ternyata sudah sangat baik. Di sekolah ternyata dia bisa menyelesaikan tugas-tugasnya dengan baik. Mulai dari meronce potongan-potongan sedotan, menebali titik membentuk garis-garis miring dan lengkungan, sampai mewarnai huruf hijaiyah. Semua dia bereskan dengan rapi. Melihat bagaimana dia menangis waktu pertama kali disodori buku mewarnai dengan gambar apel, saya pikir dia pasti akan butuh bantuan saat mewarnai huruf, tapi ternyata dengan santainya dia memilih krayon kuning dan mewarnai dengan sangat rapi. Surprise! *oh i'm teary happy and proud of her :')*

Mudah-mudahan sesudah libur lebaran ini dia bisa lebih berani dan percaya diri untuk bersosialisasi dan bersuara lantang di kelas.

You've been doing great, girl. I'm so proud of you :* :)

Saturday, August 7, 2010

cerita tentang Vometa dan si 'S'

Seminggu yang lalu, tepatnya Minggu sore, Esha tiba-tiba muntah setelah maghrib. Awalnya saya pikir dia cuma masuk angin karena sempat ketiduran dekat kipas angin dan sebelumnya dia baik-baik saja. Ternyata sesudah itu dia muntah lagi dan lagi setiap perutnya diisi. Bahkan beberapa teguk teh manis pun bikin dia mual. Maka kami bawa dia ke DSA (dokter spesialis anak) terdekat karena kami sudah panik dan Esha belum pernah seperti itu sebelumnya. Bisa dibilang dia punya lambung tahan banting dan tidak pernah muntah meskipun beraktivitas sesudah makan. Sore itu ruang tunggu dokternya kosong jadi kami tidak perlu menunggu lama. Tapi ternyata DSA-nya samasekali nggak mengenakkan hati (saya). Setelah pemeriksaan singkat -dengan Esha yang menjerit-jerit tidak mau diletakkan di tempat tidur- si dokter bilang dia belum bisa memastikan apa yang sebetulnya terjadi karena muntah adalah gejala umum dari beberapa penyakit. Yang paling mungkin adalah infeksi saluran cerna atau awal dari diare. Saya sudah nggak bisa mikir dan pertanyaan yang tadinya penuh di kepala saya sudah *poof!* begitu saja. Tadinya saya mau tanya; kalau memang infeksi kenapa Esha tidak demam? kalau muntah yang sifatnya otomatis begitu apa gangguannya spesifik di lambung? Tapi sudah keburu ilfeel dan akhirnya sudahlah tebus saja dulu obatnya. DSA ini mempreskripsikan Vometa dan Biothicol. Yang terakhir ini antibiotik.

Sampai rumah saya cari informasi tentang balita-balita yang juga muntah mendadak. Kebanyakan dari mereka memang diberi Vometa, dan penyebab muntahnya macam-macam. Ada yang karena gangguan pencernaan, karena lendir yang tertelan setelah batuk-pilek, dan banyak lagi. Tapi yang pasti jangan sampai si anak dehidrasi karena akibatnya fatal (maka kemudian saya jadi paranoid.) Saya sudah membayangkan kemungkinan terburuk kalau si Vometa ini tidak manjur dan Esha tetap muntah; pergi ke rumah sakit dan Esha diinfus. Tapi alhamdulillah malam itu dia sudah bisa minum susu tanpa dikeluarkan lagi. Jangan tanya seperti apa rasanya tiap kali Esha minta minum (dia pasti kehausan sekali) dan melihat dia meneguk sedikit-sedikit airnya. Dia berhenti muntah tapi kemudian badannya menghangat. Saya bersikeras tidak meminumkan si antibiotik Biothicol ini karena diagnosa yang tidak jelas dan saya tidak mau meracuni Esha dengan obat yang tidak pasti. FYI, Biothicol ini diindikasikan untuk Infeksi yang disebabkan oleh Salmonella, H. Influenzae (terutama infeksi meningokokal), Rickettsia, organisme Gram negatif yang menyebabkan bakteremia (beredarnya bakteri dalam darah), meningitis (radang selaput otak). Aturan pakainya pun harus disesuaikan dengan berat badan pasien. How scary is that? Jadi saya simpan baik-baik saja di kotak hijau itu dan memilih parasetamol dan plester kompres demam untuk menurunkan panasnya. Keesokan harinya Esha sudah mulai cerewet lagi meskipun nafsu makannya menurun drastis dan dia masih trauma dengan mual-muntah yang bikin dia takut untuk minum atau makan banyak.

Alhamdulillah mulai empat hari kemarin dia sudah normal lagi :)

Tapi, sesudah sakit, dia jadi lebih manja. Akibatnya, waktu masuk sekolah lagi, dia minta ditemani di kelas lagi. Hiks. Padahal dia sudah mulai mandiri sebelumnya. Dan baru kemarin saya tau ketakutan dia selain pada anak-anak besar; takut tidak bisa. Oh, baby... Saya tau itu waktu gurunya membagikan buku mewarnai dan kotak crayon. Teman-temannya dengan antusias memilih crayon dan mulai mewarnai sementara dia malah menangis dan bilang pada saya, "Esha nggak mau buku sama crayonnya. Esha kan udah punya di rumah."
Saya bilang, "Sayang, yang di rumah itu buat belajar di rumah. Yang ini buat belajar di sekolah."
Akhirnya dia mau mewarnai tapi masih sambil berkaca-kaca dan minta dibantu. Saya lihat teman-temannya sudah jago-jago mewarnai. Begitu rapi dan berhati-hati. Jadi saya membesarkan hati Esha dengan bilang kalau dia juga pasti bisa kalau mau berlatih. Sayang sekali gurunya kerepotan mengejar anak-anak yang berlarian sehingga tidak punya waktu untuk menengok proses kerja muridnya satu persatu dan bertanya apakah mereka senang atau adakah yang bisa dibantu. Yah, namanya juga orang tua murid, pasti salah satu kerjaannya mengkritik guru :p

Lalu, siapakah si 'S'?
Ini adalah senjata salah satu guru di kelas Esha. 'S' adalah panggilan akrab untuk 'Syaiton' yang sudah dicanangkan sebagai musuh utama semua murid di Permata Hati. Kalau anak-anak sudah tidak bisa dikontrol (ada yang berlari-lari, ada yang rebutan mainan, ada yang membongkar kotak mainan, ada yang teriak-teriak) maka si ibu guru yang satu ini akan bilang, "Ayo yang tidak mau duduk jadi temannya si 'S'!" semua yang menjengkelkan adalah temannya si 'S'. Dan kalau sudah sangat jengkel, beliau akan menggambar si 'S' dengan taring dan mata melotot di papan tulis. Saya mulai bertanya; "Apakah ini sehat buat anak-anak? Apakah karena ini sekolah berbasis agama jadi sah-sah saja terus menerus menjadikan si 'S' ini sebagai ancaman buat anak-anak?"

Oh dear. Saya sedang berusaha jadi lebih dari sekedar kata hati.

Halaman-halaman Lain...

 

Blog Template by YummyLolly.com - RSS icons by ComingUpForAir