Sunday, July 24, 2011

Perawatan di rumah saat anak cacar air

Dear Moms,
Mudah-mudahan pengalaman yang saya share ini lumayan bisa membantu dan menenangkan bila si kecil (mudah-mudahan jangan sampe) terkena cacar air. Tidak perlu panik dan kuatir, ini penyakit yang umum untuk anak-anak dan termasuk self-limiting disease, yang artinya dia akan sembuh sendiri dengan bantuan antibodi si anak karena virus tidak bisa dikalahkan dengan obat. Tapi, bukan berarti cacar penyakit ringan, karena ciri khas infeksi virus adalah demam, lemas, nyeri otot, dan gangguan saluran nafas. Gangguan-gangguan ini yang membutuhkan perhatian yang, bila tidak ditangani dengan tepat, bisa menimbulkan komplikasi.

Pada cacar air, demam dan nyeri otot bisa hadir atau tidak. Jika iya, berikan paracetamol untuk meredakannya dan membantu anak istirahat lebih nyaman. Saat bintil berairnya mulai muncul, sebaiknya periksakan ke dokter untuk memastikan itu memang cacar. Sebisa mungkin, saat di ruang tunggu dokter, jauhkan ia dari anak-anak lain untuk mencegah penularan karena virus cacar mudah berpindah lewat nafas dan udara (airborne). Dokter kemudian akan memeriksa apakah ada radang atau penyakit lain yang muncul setelah dipicu virus campak, jika ada akan diresepkan obat untuk itu. Jika tidak ada, biasanya akan diresepkan obat racikan antiviral dan obat oles. Yang harus diingat, obat-obat ini tidak untuk menyembuhkan tapi hanya mengurangi aktivitas virus. Tanyakan juga apa bedak yang aman untuk mengurangi gatalnya (ada dokter yang mungkin menyarankan minum antihistamin, tapi kasian kalo terlalu banyak minum obat ;p), untuk Esha saya pakai bedak salicyl menthol ada juga yang pakai caladine dan lotion calamine.

Setelah sampai di rumah, pastikan si kecil menempati kamar sendiri, jangan dekat-dekat anggota keluarga yang belum pernah terkena cacar terutama kalau ada bayi atau ibu hamil. Masa menular ini berlangsung sejak bintil pertama muncul sampai semuanya mengering dan rontok. Selama itu si kecil sebaiknya 'diisolasi'. Pisahkan peralatan makan dan mandinya. Ganti seprai setiap hari, atau untuk praktisnya gunakan alas (flanel atau jarit) yang lebih mudah diganti dan dicuci.

Kebersihan harus selalu dijaga. Orang-orang jaman dulu bilang anak cacar tidak boleh dimandikan, padahal kulit harus selalu bersih dan kering. Saat bintil pecah dan serum kena kulit yang bersih, itu akan jadi bintil baru. Jadi pastikan si kecil mandi dengan cairan antiseptik (dettol atau PK), keringkan lembut dengan menepuk-nepukkan anduk, lalu kenakan pakaian yang longgar supaya tidak banyak gesekan. Kamar sebaiknya berventilasi baik dan tidak pengap atau gerah untuk mencegah si kecil berkeringat yang bisa membuat kulitnya makin gatal.

Jangan sampai si kecil menggaruk-garuk bintilnya karena bisa menyebabkan infeksi dan bekas yang dalam. Pastikan tangannya bersih dan kukunya pendek. Rajin-rajin ingatkan dia untuk tidak menggaruk atau mengelupas bekas lukanya, bantu dia mengusap-usap daerah yang gatal di punggung dan tempat-tempat yang tidak bisa dia lihat karena kemungkinan akan dia garuk lebih keras.

Yang paling penting, pastikan si kecil mendapat asupan gizi yang cukup untuk membantunya meningkatkan daya tahan tubuh untuk melawan si virus jahat. Beri buah-buahan yang banyak mengandung vitamin C, atau bisa juga dalam bentuk plasebo (pengganti) seperti suplemen. Sekarang juga sudah banyak pengobatan homeopathic atau pengobatan tradisional yang bisa dibuat di rumah. Kebanyakan mengandung herbal. Ada yang menyarankan jintan hitam, atau berendam di air dingin yang dicampur jahe atau oatmeal untuk mengurangi gatal. Untuk menghilangkan bekas-bekas cacar, katanya parutan jagung muda cukup efektif.

Semoga bermanfaat ya, moms. Ingat untuk tetap tenang dan kuat. Semangati dan bacakan doa untuk si kecil supaya dia cepat sembuh :)

It's A Combo Hit!

Ini adalah masa sakit terpanjang seumur hidup Esha. Campak dan cacar air beruntun. Mudah-mudahan dia semakin kuat dan belajar sabar dari sakitnya ini.

Awalnya dua minggu yang lalu, hari Senin (11/7) pulang sekolah dia mulai bersin-bersin dan meler. Ingusnya cair dan bening. Selasa malam, dia demam dan panasnya langsung tinggi, sampai 40'C. Takut kejang, saya kompres dan kasih paracetamol. Sepanjang malam itu dia tidur nyenyak. Rabu pagi, panasnya turun dan dia juga udah ceria lagi dan bisa main-main seperti biasa. Nafsu makannya pun baik-baik saja. Kamis, demamnya datang lagi dan di kaki dan tangannya mulai muncul bintik-bintik merah. Saya coba tekan kulitnya dan ruamnya hilang. Agak tenang karena sepertinya bukan demam berdarah, lagipula demamnya tidak terus menerus tapi naik-turun. Sempat curiga itu Roseola, tapi kok bintiknya muncul berbarengan dengan demam. Jadi hari itu juga kami bawa Esha ke dokter. Karena dia sangat-sangat jarang ke dokter (terakhir adalah Agustus tahun lalu waktu dia muntah-muntah karena gangguan pencernaan), maka mengamuklah dia di ruang periksa. Ayahnya, suster, dan saya harus 'melumpuhkan' dia supaya bisa diperiksa. Tapi tetap saja kami kalah (iya, tenaga Esha memang LUAR biasa), akhirnya cuma di-check sekilas gitu aja dan diagnosa-nya radang tenggorokan.

Saya tanya : kenapa ingusnya cair dan meler terus?
Dokter bilang : karena terhubungnya THT
Saya tanya : kenapa muncul bintik-bintik?
Dokter bilang : efek dari demam tinggi beberapa hari lalu.

Dikasihlah antibiotik Longcef (Indikasi: Infeksi saluran nafas, kulit, dan jaringan lunak). Duh, kalo udah pake antibiotik gini paling gak suka. Tapi liat Esha batuk-batuk dan makin lemes, sepertinya itu yang terbaik. Kurang sreg karena pemeriksaannya sekilas banget (ya, saya memang ibu yang skeptis dan baru puas kalo udah ngobrol panjang lebar sama dokternya).

Jumat, demam masih naik-turun dan ruam merah mulai muncul di lengan, paha, muka. Matanya super sayu dan merah (ciri khas campak). Ruam di sekeliling matanya bikin dia keliatan sakit banget. Ah, sudah... ini sih campak. Alhamdulillah dia masih mau makan dikit-dikit pagi itu.

Campak
Penyebab: Paramyxovirus
Gejala : demam, sakit tenggorokan, hidung meler, kunjungtivitis (peradangan selaput ikat mata), bercak koplik di mulut, nyeri otot, dan ruam kulit. Gejala-gejala ini sangat khas sehingga tiap orang tua pasti akan tau anaknya kena campak jika ini terjadi.

Sabtu, ruamnya makin banyak. Masa keluarnya semua ruam ini yang paling menyiksa. Si anak akan kelihatan sangat sakit dan lemah. Esha sendiri betul-betul gak berdaya. Banyak tidur dan samasekali gak keluar kamar. Susah banget makannya cuma mau air putih. Susu yang biasanya bisa habis 750cc tiap hari cuma masuk seperempatnya aja. Akhirnya harus saya paksa-paksa buat makan, soalnya penyakit viral gini kan obatnya cuma antibodi. Kalo badan gak dikasih asupan gizi yang cukup, bahaya. Apalagi komplikasi dari campak lumayan bikin stress : bronkhitis, pneumonia (yang seringkali berujung kematian *glek*), dan ensefalitis (radang otak). Jadilah saya paksa dia makan dan susu-nya saya campur GiziKita.

Minggu, demam turun dan gak naik lagi. Alhamdulillah. Ruam udah full, kasian banget liatnya. Dia mulai mau makan dan ngemil. Susu juga mulai banyak lagi. Mulai cerewet-cerewet lagi, mewarnai, dan lompat-lompat di kasur padahal badan baru enakan dikit -_-"

Senin, no more demam dan meler. Makan mulai banyak. Dia udah keluar kamar dan bisa beraktivitas. Tapi di keningnya muncul bintil yang isinya air. Apa nih? Baru juga pikiran tenang dikit, udah ada lagi yang lain. Duh, Gusti... tiap hari googling teruuuusss, dan kali itu saya gak nemu jawabannya (ha! there are actually things Google can't tell :p). Cuma satu-dua kasus yang bilang setelah campak muncul bintil air. Itupun penjelasannya gak mumpuni, bisa dibilang cuma kebetulan-kebetulan. Hari yang sama, bintilnya juga muncul di pantat dan kaki. Waduh. Saat itu saya pikir itu cuma bawaan campak aja (which is sebenernya gak mungkin). Apakah infeksi? Tapi kok bintilnya besar, sekelilingnya gak merah atau bengkak, dan serum (air di dalam bintil)nya jernih. Kalo infeksi pasti bernanah dan merah. Oke, tidak perlu ke dokter. Toh Esha juga sehat-sehat aja, gak ada demam susulan atau apapun. Dia bener-bener seperti hari-hari biasa.

Selasa sampai Kamis, ruam mulai pudar tapi bintil air bermunculan di tempat-tempat lain. Semakin gak tenang. Apalagi waktu bintilnya pecah dia bisa nangis banget sambi bilang "sakit... sakit..." huaaa... gak tega liatnya :( Susah banget dimandiin, tapi dia harus selalu bersih. Jadi kembalilah saya 'jahat' dan paksa dia buat mandi. Esha tuh paling gak bisa ditipu-tipu dan untuk membujuk dia butuh waktu panjang (yang saya gak bisa lakukan karena saya super tidak sabaran orangnya, beda sama si ayah...). Akhirnya dia mau mandi pake air campur Dettol dan keramas juga sambil sesekali dia atur-atur nafas kayak orang mau melahirkan. Buat mengontrol diri dan ngurangin sakit, kali ya. Pengen banget segera ke dokter, tapi kalo nanti Esha ngamuk lagi dan pemeriksaan gak tuntas terus cuma dapet diagnosa yang gak memuaskan plus obat yang gak perlu kan percuma. Aduuuuhhh...

Jumat, saya dan ayah memutuskan dia harus ke dokter buat mastiin kenapa bintilnya makin banyak. Jadi sejak pagi saya udah bujuk dia. Pokoknya ngomong udah panjang lebar lah sama dia. Oke, dia bilang, mau dokter dengan syarat si dokter atau suster gak boleh pegang dia samasekali. Saya bilang, "Oke. Nanti ibu bilang ke dokternya." Setelah baca-baca di internet, saya putuskan coba dulu pake krim Acyclovir buat bintil-bintilnya.

Sabtu, ke dokter. Dia samasekali gak lemes atau apa. Biasa aja gitu. Kecuali bahwa badan dan mukanya masih dihiasi sisa ruam dan bintil-bintil yang sebagian besar sudah pecah dan jadi lecet-lecet. Waktu nungguin masuk ruang dokter, saya udah deg-degan duluan ngeliatin nomer di atas pintu berubah menjelang nomer 17. Begitu giliran Esha, dia langsung digendong ayah dan gak dilepasin selama di ruang dokter. Si dr. Prastya-nya pun udah siap karena pengalaman sebelum itu. "Nggak dipegang kok, periksa jarak jauh aja." Saya jelasin dari A sampe Z apa yang terjadi sejak kunjungan terakhir itu, terus dikasih liat bintil-bintilnya.

Dokter bilang : "Cacar air ini, bu.. Waw, sudah banyak dan besar-besar."
Saya bilang : "Kalo pas pecah gitu dia sampe kesakitan banget, dok."
Dokter bilang : "Iya, itu karena sudah jadi krusta. Kalo digaruk bisa bernanah dan infeksi."
Saya bilang : "Dua minggu lalu ayahnya kena Herpes."
Dokter bilang : "Nah iya, memang masih berhubungan itu."

Obatnya puyer buat virusnya (tapi manis! karena puyer sekarang dicampur glukosa), dan antibiotik Dexyclav (indikasi: infeksi yang disebabkan bakteri, termasuk -pada kasus Esha- jaringan lunak dan kulit). Krim Acyclovir-nya masih terus dipake, oles 5 kali sehari (dioles sekali aja udah susah bener, apalagi 5 kali? -_-" grant us strength and ease, dear God).

Semuanya baik-baik saja. Esha makan, minum susu, ngobrol seperti biasa tapi rasa gatal dan perih-nya yang sangat 'melumpuhkan'. Dia jadi sibuk garuk-garuk diiringi seruan saya dan ayahnya "Esha, stop! Esha, jangan! Esha, nanti luka dan infeksi!", terus kalo pas perihnya dateng dia udah males ngapa-ngapain. Baringan aja sambil nonton film kartun sambil minta dikipasin. Memandikan dan olesin obatnya juga jadi tantangan buat ayah-ibunya :(

Saya percaya semuanya akan berakhir baik. Kasarnya, lebih baik dihajar abis-abisan di awal tapi menang di akhir. Habis ini, Insya Allah ga kena sakit-sakit 'wajib' macam begini lagi. Tinggal jaga daya tahan tubuhnya aja dan belajar jauh lebih sabar buat ajarin dia untuk sabar menghadapi sakitnya. Two viruses in a row! Phew. Saya dulu kena campak umur 3 tahun, dan cacar waktu kelas 6 SD. Ayahnya kena cacar waktu SMA kelas 1. Nah Esha? Luar biasa. Tuhan tau cara terbaik buat bagi-bagi rejeki dan ujian. Semua dapet takarannya masing-masing yang paling pas dan cocok. Jadi saya yakin Esha memang kuat buat semua ini. Yang saya sesali cuma, kenapa waktu ayahnya Herpes kok saya gak betul-betul menjauhkan Esha dari dia. Ya sudahlah.

Jadi, ibu-ibu yang anaknya belum kena cacar air, virus Varicella-Zoster ini penyebab cacar yang setelah sembuh akan tetap 'sembunyi' di ganglion untuk kemudian bisa 'bangun' lagi jadi Herpes Zoster ketika daya tahan tubuh seseorang menurun ditambah stress, kurang nutrisi, dan lain-lain. Nah, kalau anak dekat-dekat penderita Herpes, kemungkinannya akan jadi cacar air.

Jangan lalai imunisasi ya, bu. Esha sudah imunisasi campak waktu umur 9 bulan, dan MMR (Measles, Mumps, Rubella) umur 15 bulan. Ketika umurnya bertambah, efektivitas vaksinnya akan menurun dan harus diulang waktu umur 4 tahun. Kalaupun kena setelah imunisasi, tidak akan terlalu parah sakitnya.

Mudah-mudahan kita semua selalu sehat dan yang sakit cepat sembuh :)

Saturday, July 23, 2011

Menjadi Orang Tua Yang Sehat

Beberapa minggu lalu, di Dr. Oz Show (yes, i LOVE him. think we should have more doctors like him around. seriously) ada sepasang suami istri yang punya masalah dengan pola hidup dan berat badan mereka. Sejak menikah dan punya anak, mereka mulai makan secara tidak sehat dan lalai berolahraga apalagi memeriksakan kondisi kesehatan mereka sampai suatu hari si suami merasakan sakit di dada sampai dia jatuh di depan dua anak perempuan mereka yang masih kecil-kecil. It was the wake-up call. Pemeriksaan kemudian menunjukkan betapa tidak sehatnya mereka, bahkan tubuh si istri 45%-nya adalah lemak dan suami bermasalah dengan kolesterol. Saat itu umur mereka adalah 34 dan 42 tahun.

Si istri mengatakan bahwa rasa tidak nyaman dan sakit di tubuh mereka sudah seringkali datang, dan mereka tau pasti itu karena pola hidup mereka yang tidak sehat setelah menikah. Tapi mereka enggan memeriksakan diri karena tau hasil lab akan menunjukkan banyak hal yang salah dengan tubuh mereka dan membeberkan kelumpuhan atau kematian bisa datang tiba-tiba karena kondisi itu. Mereka takut untuk mendengar kebenaran tentang itu. Dr.Oz bilang, "Rasa sakit di dada Anda saat itu seperti dering telepon. Bisa Anda abaikan, tapi dia akan terus berbunyi sampai terlambat untuk menjawabnya. Sakit itu muncul dan hilang, tapi saat dia tidak terasa bukan berarti dia tidak ada. Lalu kenapa Anda ada disini?"

Jawaban sang ayah sangat mengena. Dia bilang, "Saya mau sehat. Saya mau terus hidup untuk melihat dua anak perempuan saya lulus sekolah, diwisuda, menikah..." Jreng jreeeeng. Ya, saat seseorang jadi orang tua, dia hidup bukan hanya untuk dirinya sendiri. Dia harus sehat supaya bisa melakukan tugasnya sebagai orang tua dan melihat anak-anaknya tumbuh sehat dan sejahtera. Kesehatan kita sebagai orang tua sama pentingnya dengan kesehatan anak-anak. All in all, kesehatan keluarga selalu yang paling penting. Sehat itu nikmatnya luar biasa lah pokoknya.

Dr. Oz Show hari itu juga jadi wake-up call buat saya. Sudah lama saya sadar bahwa kami (saya dan suami) harus hidup lebih sehat dan teratur memeriksakan kesehatan kami. Selama ini, sejak menikah dan punya anak, sakit saya "cuma" flu, gangguan pencernaan, sakit gigi... tapi dengan pola hidup yang terbilang lumayan parah (banyak kopi, makan "junk food", kurang buah dan sayuran, tidak ada olahraga) saya harusnya tau setidaknya ada yang salah dengan badan ini. Kurang berusaha untuk memperbaiki diet, malas olahraga, dan takut untuk check-up adalah tiga hal yang HARUS saya perangi. Dengan rencana untuk punya bayi lagi tahun depan, setidaknya saya harus berani periksa untuk tau saya sehat dan siap untuk hamil lagi.

Seharusnya, setiap kali saya lihat Esha, saya tau kenapa kesehatan ayah dan ibunya harus dijaga. Bukan hanya untuk kebaikan kami.

Friday, March 18, 2011

grafik menurun

Sejak awal semester dua ini, Esha gak semangat sekolah. Tiap pagi di hari-hari sekolah, dia hampir selalu rewel. Mulai dari susah bangun, susah mandi, dan beberapa kali bolos. Akhirnya kemarin dia bilang, "Bu, Esha belajar di rumah aja, ya." dan dia bilang gak suka lagi sekolah di Permata Hati.

Gurunya juga bilang bahwa akhir-akhir ini semangat Esha menurun dibanding awal sekolah dulu. Sementara teman-temannya yang dulu susah disuruh duduk diam sekarang mulai lebih tekun. Kemudian, gurunya akan kembali "menyalahkan" usia Esha yang jauh dibawah teman-teman sekelasnya yang jadi penyebab kurangnya kematangan emosinya. Saya sudah tidak mau panjang lebar menjelaskan lagi bahwa kalau di rumah dia baik-baik saja. Selalu semangat belajar, sudah mulai menulis alfabet dan angka, tidak bisa diam, cerewet. Saya juga tidak mau bilang, "Mungkin dia bosan disini, bu." Itu respon yang tidak menyenangkan buat pihak sekolah.

Pikiran ekstrem saya mulai menimbang-nimbang soal homeschooling. Tapi pasti akan banyak pihak yang tidak setuju. Mulai dari kakek-neneknya. Dan saya paling tidak suka berdebat. Jadi, sekarang, yang bisa saya lakukan hanya membuat Esha bertahan sampai masa sekolahnya di Permata Hati selesai tiga bulan lagi sambil mencari tempat belajar yang paling sesuai untuknya mulai awal Agustus nanti.

Friday, March 4, 2011

Belajar Membaca #1

Sebentar lagi sudah masuk tahun ajaran baru. Saya dilema. Antara kembali memasukkan Esha ke playgroup atau membiarkan dia maju terus ke TK A. Wali kelasnya bilang, secara kognitif, dia sudah mampu menyerap pelajaran-pelajaran untuk tingkat lanjut, tapi secara psikis mungkin dia masih perlu banyak waktu untuk bermain (ya, sekarang TK sudah bukan tempat bermain lagi. tapi sudah masuk fase serius belajar -_-"). Kalau memang dia harus mengulang masa playgroup-nya, sudah pasti saya akan mencarikan sekolah baru supaya dia tidak bosan harus mengulang pelajaran dari angka satu dan mengenal warna lagi.

Maka, sepertinya, playgroup it is. Tapi, di rumah, saya tidak akan mengajari "mundur". Dia sudah siap untuk mulai belajar membaca.

Sedikit intermezzo, saya sebenarnya sangat kangen mengajar. Membuat worksheets dan teaching aid, berlarian di kelas sambil bernyanyi, dijaili anak-anak, membaca dongeng, jadi satu dengan anak-anak, menulis laporan... dan ternyata jadi guru untuk anak sendiri tidak sesederhana itu. Tapi, mungkin saya hanya perlu sedikit pemanasan, dan Esha adalah partner yang tepat :) Maka, saya mulai kembali membuat worksheets dan teaching aid. Tadi pagi kami bermain tebak huruf dan mencocokkan huruf depan. Baru a sampai c saja. Saya senang sekali dia antusias dan bisa menikmati lembar kerjanya. Untuk menulis huruf, dia cepat sekali mahir. Tapi mengingat huruf perlu kesabaran ekstra. Dulu saya tidak bisa galak-galak karena murid saya anak orang lain, tapi dengan Esha saya bisa membuat batas dan garis yang tegas. Hohoho.

Ini foto kegiatan membaca kami hari ini:


Dia sudah bisa mencocokkan huruf besar dan huruf kecil dengan benar. Tapi huruf-huruf awal masih membingungkan, dan dia pernah protes bahwa awalan untuk 'buaya' adalah huruf 'bu' bukan 'be'. Ya, itulah tantangannya mengajari Esha. Tapi saya sangat suka! :)
Kita belajar sama-sama ya, nak. We'll have tons of fun!

Wednesday, February 16, 2011

Buku Kreativitas

Esha punya workbook favorit saat ini. Terbitannya Erlangga. Buku kreativitas untuk latihan motorik halus dan belajar mencampur media. Saya senang sekali watu ketemu buku ini, secara tidak sengaja, di supermarket. Ilustrasinya lucu, workspace-nya lebar, kertasnya tebal, dan -bagian favorit Esha dan saya- melibatkan banyak elemen. Ini beberapa hasil kerja Esha di buku kreativitasnya:


  1. Itu adalah domba. Tentu saja -_-" dan ditempeli kapas untuk bulu-nya. Lalu kaki-kakinya diwarnai sendiri.
  2. Pohon yang ditempeli sobekan-sobekan daun asli, lalu batangnya diwarnai cat air.
  3. Finger painting.
  4. Menempel hasil serutan pinsil di gambar penggaris.
Di sekolah, Esha jarang sekali melakukan kegiatan seperti ini. Media seni yang dia pernah gunakan di sekolah hanya krayon, biji bunga matahari, sedotan, spons, dan kertas lipat. Paling sering ya mewarnai dan menyambung titik. Pasti menyenangkan kalau buku semacam terbitan Erlangga ini juga digunakan di sekolahnya. Jenis kegiatannya banyak (finger painting, menempel, stamping, tracing, mencocokkan gambar, logic... Media yang digunakan mulai dari kapas, benang, sedotan, potongan daun, potongan kertas, cap dari wortel, cat air, spons, biji bunga matahari, kacang hijau... Selain itu, setiap lembar kerja juga dilengkapi catatan untuk orang tua, tentang topik yang bisa dijadikan obrolan bersama si kecil saat mengerjakan aktivitas.

Menyenangkan, karena kami jadi punya lebih banyak kegiatan yang bermanfaat bersama di rumah :)

Wednesday, January 26, 2011

suatu pagi bersama Barney dan sepasang ikan mas



Friday, January 21, 2011

Maaf, dok. Tidak hari ini.

Mungkin akan terdengar bodoh, tapi saya ibu yang tidak menjadikan dokter sebagai solusi ketika anaknya sakit. Kalau perawatan di rumah masih bisa dilakukan, itu akan jadi pilihan pertama. Mungkin karena selama Esha tinggal di Surabaya dia ke dokter hanya untuk imunisasi, dan dua kali pertemuan karena sakit yang hasilnya sangat tidak menyenangkan buat saya. Maka jadilah saya ibu yang skeptis (mungkin sampai ketemu DSA yang cocok.)

Beruntung sekarang bertukar informasi bukan hal yang sulit. Kalau anak sakit, Google jadi rujukan pertama untuk mencari tahu apa yang ibu-ibu lain lakukan ketika anaknya mengalami hal yang sama. Senangnya banyak ibu-ibu yang juga tidak langsung mencekoki anaknya dengan obat-obatan. Bukankah tubuh manusia sudah diciptakan untuk membangun bentengnya sendiri ketika diserang penyakit sampai ke tingkat tertentu, dimana intervensi dokter dan obat baru diperlukan.

Pengetahuan dasar untuk orangtua semacam; bahwa demam adalah tanda tubuh sedang melawan virus dan biarkan terjadi sampai batas 38 derajat Celcius, bahwa flu disebabkan virus dan tidak dibutuhkan obat (apalagi antibiotik) untuk menyembuhkannya karena tubuh sudah menyediakan penawarnya ketika dibarengi makan, cairan, dan istirahat yang cukup, bahwa bersin dan batuk adalah cara tubuh mengeluarkan benda asing dan tidak harus selalu dianggap sakit - adalah hal-hal yang seharusnya disebarkan supaya orangtua tidak mudah panik saat anaknya sakit. Menemui dokter adalah hal yang harus dilakukan kalau demam berlanjut lebih dari 48 jam, anak kehilangan tenaga atau kesadaran, dan tidak mampu menerima makanan dan cairan yang cukup.

Ketika Esha batuk atau pilek, neneknya akan panik dan segera menyuruh saya membawanya ke dokter. Lalu saya akan lagi dan lagi menjelaskan bahwa perawatan di rumah sudah cukup. Memang kasihan melihat anak sekecil Esha batuk-batuk dan hidungnya meler, tapi memang begitulah cara tubuh mungilnya membantu dia mengeluarkan penyakitnya. Saya biasanya kasih dia minum yang banyak dan obat batuk-pilek (Actifed atau Triaminic). Selama dia bisa beraktivitas seperti biasa dan nafsu makannya tidak menurun drastis, saya masih bisa tenang.

Bukannya saya tidak percaya dokter, tapi saya lebih yakin pada apa yang Tuhan sudah berikan untuk semua orang : tubuh dan segala sistemnya yang luar biasa DAN insting seorang ibu untuk tau kapan ia harus membawa anaknya ke rumah sakit dan kapan rumah adalah tempat perawatan terbaiknya.

Friday, January 14, 2011

Friday, a fun day :) (extra #3)



Jumat yang menyenangkan.
Pergi ke supermarket naik becak untuk beli keperluan lomba menghias nasi goreng besok di sekolah. Esha SUKA sekali naik becak :D Sebelum masuk supermarket -seperti biasa- dia minta main dulu di playground. Enaknya kalau hari kerja, playground serasa milik berdua :)) Sesudah itu kami belanja (dan dia bilang "capek, bu... jalan terus." karena saya tidak pakai trolley tapi keranjang biasa :p). Lalu akhirnya dia saya ajak istirahat sambil makan kentang goreng.

Saya sukaaaa sekali jalan-jalan berdua dengan Esha. Dia hampir tidak pernah rewel (kecuali ngantuk) dan tidak banyak minta. Kalau belanja, dia bantu saya meletakkan barang di keranjang dan jarang sekali berlarian di lorong atau menyentuh barang-barang yang tidak kami beli. Dia teman kencan yang sangat menyenangkan :)

Love you, sweetheart :*

lihat juga foto hari ke-14 Esha di tumblr :)

Tuesday, January 11, 2011

turning it inside out (extra #2)

I liked the routine this morning. No rush, no stress, no tantrum. Ahhh... But as we were halfway to the school, one of Esha's friend's mom pulled over and told us that it was a swimming class today (which means we were supposed to go to the swimming pool instead of to the school). How come none of the teacher called me after Esha's three consecutive absence? Oh well, maybe it was supposed to be me who called them -_-" So we headed back home then I grabbed the backpack, stuffed the swimming necessities in it, and borrowed my mother-in-law's electric bike. When we got to the pool, everybody was already in the water.

I forgot to bring my camera. Poop. Ah, it's a monthly schedule. Will remember to bring the shutter with me next month :p

When the class ended, we still had an hour to grab McD's breakfast menu, but Esha wasn't in the mood for an eating out. So we went straight back home. It was then after lunch when we tore the bedroom apart for a photo session :)) The wind went crazy and the light was under so we took pictures inside. Horrible lighting. But, we had tons of fun afterall :)

Saturday, January 1, 2011

extra #1

Ini hari pertama untuk 365 Days-nya Esha. Saya juga jadi agak bingung kenapa harus disimpan di tumblr lalu apa gunanya blog ini kemudian? Baiklah... begini saja, saya memutuskan untuk hanya mem-post satu foto saja setiap hari ke tumblr dan kelebihannya akan saya simpan disini beserta catatan tambahannya. Kalau tidak ada foto tambahan, semua cerita hariannya akan saya post di tumblr.

Bagaimana? Fair enough? :p Sebenarnya saya sengaja pisahkan supaya tidak campur aduk dengan catatan-catatan lama disini dan lebih mudah dihitung.

Ini foto extra untuk hari ini:



Itu adalah foto bunga lavender yang dipetik Esha bersama sepupu-sepupunya tadi pagi. Sampai waktunya makan siang dia terus membawa-bawa protolan mahkota bunganya. Akhirnya menjelang sore semuanya layu dan saya buang. Untung dia tidak protes.
Yang kedua adalah kulit-kulit kacang yang bagian dalamnya diwarnai Esha pakai spidol. Sampai jari-jarinya dan kaos-nya ikut berwarna-warni. I think the nutshells look really artistically nice :) and love her idea.
Yang paling kanan, foto Esha main kuda-kudaan (sebenarnya bukan kuda, tapi buaya) di punggung ayahnya.

Tiga hari ini Esha bersenang-senang dengan sepupu-sepupunya. Glad she had so much fun! :)

Halaman-halaman Lain...

 

Blog Template by YummyLolly.com - RSS icons by ComingUpForAir