Showing posts with label sakit. Show all posts
Showing posts with label sakit. Show all posts

Monday, June 11, 2012

Roseola Infantum


Pertengahan tahun sepertinya jadi titik rendah kesehatan Esha. Tahun lalu dia kena combo campak dan cacar, tahun ini giliran Roseola.

Minggu lalu, hari Selasa siang, tiba-tiba Esha demam waktu tidur siang. Saya temp, sampai 38°C. Tapi tidurnya nyenyak dan waktu bangun pun dia gak kelihatan sakit. Jadi saya biarkan tubuhnya berperang dulu sebelum saya kasih dia penurun panas. Makan tetap banyak, aktif seperti biasa. Malamnya panasnya makin tinggi (saya bersyukur Esha punya ambang demam yang tinggi jadi tubuhnya kuat melawan virus di suhu tinggi) jadi saya kompres dan kasih parasetamol. Alhamdulillah sebentar kemudian panasnya turun. Tapi sampai Kamis pagi demamnya naik-turun di kisaran 38-39,5°C. Sepanjang itu pula dia gak tampak sakit. Saya bersikeras untuk gak bawa dia ke dokter karena sebelum 72 jam hasil lab gak bisa dipakai untuk menegakkan diagnosa, lagipula Esha baik-baik saja. Dia cuma mengeluh matanya panas. Saya pikir itu karena dia demam saja.

Jum'at dia masuk sekolah lagi. Saya yakin dia sudah sembuh. Demamnya tidak kembali lagi. Dia cuma bilang perutnya agak kembung. Sabtu, pulang sekolah, matanya agak bengkak dan sorenya muncullah bercak-bercak merah persis campak di dada dan punggungnya. Langsunglah saya tau dia kena Roseola. Bercaknya bertahan dua hari. Menyebar ke leher dan muka tapi berangsur hilang.

Apa itu Roseola Infantum?

Ini penyakit yang sangat umum pada anak-anak. Disebabkan virus yang masih satu keluarga dengan herpes, campak, dan cacar. Tapi Roseola ini sangat ringan dan sebenarnya tidak perlu perawatan khusus (menjelaskan ciri khas-nya yang tidak memperlihatkan tanda sakit pada anak walau demamnya tinggi.) Umumnya menyerang anak umur 6 bulan sampai 3 tahun. Tapi bisa juga saat anak sudah masuk usia sekolah seperti Esha.

Penularannya lewat udara, liur, bersin,  batuk. Masa inkubasi-nya dua minggu.

Gejala awalnya adalah demam yang mendadak tinggi selama 2 sampai 3 hari. Pada kebanyakan kasus, pada fase ini anak tidak tampak sakit. Tapi bila daya tahan tubuhnya lemah mungkin menunjukkan tanda khas infeksi virus seperti meler, batuk, badan linu. Hanya sedikit anak yang sampai terkena kejang saat demam Roseola. Ini sebabnya fase demam harus diawasi dengan pemberian obat turun panas, kompres hangat, dan minum yang banyak. Saat terjadi demam ini pula masa penularan berlangsung.

Setelah tiga hari, demam berhenti. Kemudian muncullah bercak merah yang lebar dan pudar bila ditekan. Kadang timbul dan dikelilingi garis putih. Ini yang membedakan Roseola dari campak yang mengeluarkan bercak justru saat demam sedang tinggi. Bercak ini adalah saat virus sudah tidak aktif. Tidak ada lagi penularan. Umumnya bercak Roseola tidak mengganggu anak tapi bisa disertai gangguan pencernaan, nafsu makan menurun, dan mata bengkak.

Saat bercak muncul dan demam hilang, bila anak tetap aktif, dia sebetulnya sudah boleh keluar rumah atau bahkan masuk sekolah. Tapi orang-orang pasti freak out karena bercaknya lumayan tampak parah meskipun sebenarnya si anak sehat. Jangan panik karena paling lama cuma berlangsung tiga hari.

Anak yang sudah terinfeksi Roseola berarti sudah imun dan tidak akan terinfeksi lagi meskipun sedikit kasus menunjukkan pengulangan saat dewasa.

Jadi, moms, jangan panik duluan kalo anaknya demam. Kasih waktu untuk antibodinya melawan si kuman. Jangan buru-buru bawa ke dokter sebelum 72 jam (kalo gak mau dikasih antibiotik radang tenggorokan :p) dan kalau ternyata penjahatnya adalah virus, tidak ada obat -apalagi antibiotik- yang ampuh kecuali antibodi si anak sendiri yang harus di-boost lewat makanan, air putih, jus, vitamin c, dan istirahat.

Semoga bermanfaat ya, moms :)

Sunday, July 24, 2011

It's A Combo Hit!

Ini adalah masa sakit terpanjang seumur hidup Esha. Campak dan cacar air beruntun. Mudah-mudahan dia semakin kuat dan belajar sabar dari sakitnya ini.

Awalnya dua minggu yang lalu, hari Senin (11/7) pulang sekolah dia mulai bersin-bersin dan meler. Ingusnya cair dan bening. Selasa malam, dia demam dan panasnya langsung tinggi, sampai 40'C. Takut kejang, saya kompres dan kasih paracetamol. Sepanjang malam itu dia tidur nyenyak. Rabu pagi, panasnya turun dan dia juga udah ceria lagi dan bisa main-main seperti biasa. Nafsu makannya pun baik-baik saja. Kamis, demamnya datang lagi dan di kaki dan tangannya mulai muncul bintik-bintik merah. Saya coba tekan kulitnya dan ruamnya hilang. Agak tenang karena sepertinya bukan demam berdarah, lagipula demamnya tidak terus menerus tapi naik-turun. Sempat curiga itu Roseola, tapi kok bintiknya muncul berbarengan dengan demam. Jadi hari itu juga kami bawa Esha ke dokter. Karena dia sangat-sangat jarang ke dokter (terakhir adalah Agustus tahun lalu waktu dia muntah-muntah karena gangguan pencernaan), maka mengamuklah dia di ruang periksa. Ayahnya, suster, dan saya harus 'melumpuhkan' dia supaya bisa diperiksa. Tapi tetap saja kami kalah (iya, tenaga Esha memang LUAR biasa), akhirnya cuma di-check sekilas gitu aja dan diagnosa-nya radang tenggorokan.

Saya tanya : kenapa ingusnya cair dan meler terus?
Dokter bilang : karena terhubungnya THT
Saya tanya : kenapa muncul bintik-bintik?
Dokter bilang : efek dari demam tinggi beberapa hari lalu.

Dikasihlah antibiotik Longcef (Indikasi: Infeksi saluran nafas, kulit, dan jaringan lunak). Duh, kalo udah pake antibiotik gini paling gak suka. Tapi liat Esha batuk-batuk dan makin lemes, sepertinya itu yang terbaik. Kurang sreg karena pemeriksaannya sekilas banget (ya, saya memang ibu yang skeptis dan baru puas kalo udah ngobrol panjang lebar sama dokternya).

Jumat, demam masih naik-turun dan ruam merah mulai muncul di lengan, paha, muka. Matanya super sayu dan merah (ciri khas campak). Ruam di sekeliling matanya bikin dia keliatan sakit banget. Ah, sudah... ini sih campak. Alhamdulillah dia masih mau makan dikit-dikit pagi itu.

Campak
Penyebab: Paramyxovirus
Gejala : demam, sakit tenggorokan, hidung meler, kunjungtivitis (peradangan selaput ikat mata), bercak koplik di mulut, nyeri otot, dan ruam kulit. Gejala-gejala ini sangat khas sehingga tiap orang tua pasti akan tau anaknya kena campak jika ini terjadi.

Sabtu, ruamnya makin banyak. Masa keluarnya semua ruam ini yang paling menyiksa. Si anak akan kelihatan sangat sakit dan lemah. Esha sendiri betul-betul gak berdaya. Banyak tidur dan samasekali gak keluar kamar. Susah banget makannya cuma mau air putih. Susu yang biasanya bisa habis 750cc tiap hari cuma masuk seperempatnya aja. Akhirnya harus saya paksa-paksa buat makan, soalnya penyakit viral gini kan obatnya cuma antibodi. Kalo badan gak dikasih asupan gizi yang cukup, bahaya. Apalagi komplikasi dari campak lumayan bikin stress : bronkhitis, pneumonia (yang seringkali berujung kematian *glek*), dan ensefalitis (radang otak). Jadilah saya paksa dia makan dan susu-nya saya campur GiziKita.

Minggu, demam turun dan gak naik lagi. Alhamdulillah. Ruam udah full, kasian banget liatnya. Dia mulai mau makan dan ngemil. Susu juga mulai banyak lagi. Mulai cerewet-cerewet lagi, mewarnai, dan lompat-lompat di kasur padahal badan baru enakan dikit -_-"

Senin, no more demam dan meler. Makan mulai banyak. Dia udah keluar kamar dan bisa beraktivitas. Tapi di keningnya muncul bintil yang isinya air. Apa nih? Baru juga pikiran tenang dikit, udah ada lagi yang lain. Duh, Gusti... tiap hari googling teruuuusss, dan kali itu saya gak nemu jawabannya (ha! there are actually things Google can't tell :p). Cuma satu-dua kasus yang bilang setelah campak muncul bintil air. Itupun penjelasannya gak mumpuni, bisa dibilang cuma kebetulan-kebetulan. Hari yang sama, bintilnya juga muncul di pantat dan kaki. Waduh. Saat itu saya pikir itu cuma bawaan campak aja (which is sebenernya gak mungkin). Apakah infeksi? Tapi kok bintilnya besar, sekelilingnya gak merah atau bengkak, dan serum (air di dalam bintil)nya jernih. Kalo infeksi pasti bernanah dan merah. Oke, tidak perlu ke dokter. Toh Esha juga sehat-sehat aja, gak ada demam susulan atau apapun. Dia bener-bener seperti hari-hari biasa.

Selasa sampai Kamis, ruam mulai pudar tapi bintil air bermunculan di tempat-tempat lain. Semakin gak tenang. Apalagi waktu bintilnya pecah dia bisa nangis banget sambi bilang "sakit... sakit..." huaaa... gak tega liatnya :( Susah banget dimandiin, tapi dia harus selalu bersih. Jadi kembalilah saya 'jahat' dan paksa dia buat mandi. Esha tuh paling gak bisa ditipu-tipu dan untuk membujuk dia butuh waktu panjang (yang saya gak bisa lakukan karena saya super tidak sabaran orangnya, beda sama si ayah...). Akhirnya dia mau mandi pake air campur Dettol dan keramas juga sambil sesekali dia atur-atur nafas kayak orang mau melahirkan. Buat mengontrol diri dan ngurangin sakit, kali ya. Pengen banget segera ke dokter, tapi kalo nanti Esha ngamuk lagi dan pemeriksaan gak tuntas terus cuma dapet diagnosa yang gak memuaskan plus obat yang gak perlu kan percuma. Aduuuuhhh...

Jumat, saya dan ayah memutuskan dia harus ke dokter buat mastiin kenapa bintilnya makin banyak. Jadi sejak pagi saya udah bujuk dia. Pokoknya ngomong udah panjang lebar lah sama dia. Oke, dia bilang, mau dokter dengan syarat si dokter atau suster gak boleh pegang dia samasekali. Saya bilang, "Oke. Nanti ibu bilang ke dokternya." Setelah baca-baca di internet, saya putuskan coba dulu pake krim Acyclovir buat bintil-bintilnya.

Sabtu, ke dokter. Dia samasekali gak lemes atau apa. Biasa aja gitu. Kecuali bahwa badan dan mukanya masih dihiasi sisa ruam dan bintil-bintil yang sebagian besar sudah pecah dan jadi lecet-lecet. Waktu nungguin masuk ruang dokter, saya udah deg-degan duluan ngeliatin nomer di atas pintu berubah menjelang nomer 17. Begitu giliran Esha, dia langsung digendong ayah dan gak dilepasin selama di ruang dokter. Si dr. Prastya-nya pun udah siap karena pengalaman sebelum itu. "Nggak dipegang kok, periksa jarak jauh aja." Saya jelasin dari A sampe Z apa yang terjadi sejak kunjungan terakhir itu, terus dikasih liat bintil-bintilnya.

Dokter bilang : "Cacar air ini, bu.. Waw, sudah banyak dan besar-besar."
Saya bilang : "Kalo pas pecah gitu dia sampe kesakitan banget, dok."
Dokter bilang : "Iya, itu karena sudah jadi krusta. Kalo digaruk bisa bernanah dan infeksi."
Saya bilang : "Dua minggu lalu ayahnya kena Herpes."
Dokter bilang : "Nah iya, memang masih berhubungan itu."

Obatnya puyer buat virusnya (tapi manis! karena puyer sekarang dicampur glukosa), dan antibiotik Dexyclav (indikasi: infeksi yang disebabkan bakteri, termasuk -pada kasus Esha- jaringan lunak dan kulit). Krim Acyclovir-nya masih terus dipake, oles 5 kali sehari (dioles sekali aja udah susah bener, apalagi 5 kali? -_-" grant us strength and ease, dear God).

Semuanya baik-baik saja. Esha makan, minum susu, ngobrol seperti biasa tapi rasa gatal dan perih-nya yang sangat 'melumpuhkan'. Dia jadi sibuk garuk-garuk diiringi seruan saya dan ayahnya "Esha, stop! Esha, jangan! Esha, nanti luka dan infeksi!", terus kalo pas perihnya dateng dia udah males ngapa-ngapain. Baringan aja sambil nonton film kartun sambil minta dikipasin. Memandikan dan olesin obatnya juga jadi tantangan buat ayah-ibunya :(

Saya percaya semuanya akan berakhir baik. Kasarnya, lebih baik dihajar abis-abisan di awal tapi menang di akhir. Habis ini, Insya Allah ga kena sakit-sakit 'wajib' macam begini lagi. Tinggal jaga daya tahan tubuhnya aja dan belajar jauh lebih sabar buat ajarin dia untuk sabar menghadapi sakitnya. Two viruses in a row! Phew. Saya dulu kena campak umur 3 tahun, dan cacar waktu kelas 6 SD. Ayahnya kena cacar waktu SMA kelas 1. Nah Esha? Luar biasa. Tuhan tau cara terbaik buat bagi-bagi rejeki dan ujian. Semua dapet takarannya masing-masing yang paling pas dan cocok. Jadi saya yakin Esha memang kuat buat semua ini. Yang saya sesali cuma, kenapa waktu ayahnya Herpes kok saya gak betul-betul menjauhkan Esha dari dia. Ya sudahlah.

Jadi, ibu-ibu yang anaknya belum kena cacar air, virus Varicella-Zoster ini penyebab cacar yang setelah sembuh akan tetap 'sembunyi' di ganglion untuk kemudian bisa 'bangun' lagi jadi Herpes Zoster ketika daya tahan tubuh seseorang menurun ditambah stress, kurang nutrisi, dan lain-lain. Nah, kalau anak dekat-dekat penderita Herpes, kemungkinannya akan jadi cacar air.

Jangan lalai imunisasi ya, bu. Esha sudah imunisasi campak waktu umur 9 bulan, dan MMR (Measles, Mumps, Rubella) umur 15 bulan. Ketika umurnya bertambah, efektivitas vaksinnya akan menurun dan harus diulang waktu umur 4 tahun. Kalaupun kena setelah imunisasi, tidak akan terlalu parah sakitnya.

Mudah-mudahan kita semua selalu sehat dan yang sakit cepat sembuh :)

Saturday, August 7, 2010

cerita tentang Vometa dan si 'S'

Seminggu yang lalu, tepatnya Minggu sore, Esha tiba-tiba muntah setelah maghrib. Awalnya saya pikir dia cuma masuk angin karena sempat ketiduran dekat kipas angin dan sebelumnya dia baik-baik saja. Ternyata sesudah itu dia muntah lagi dan lagi setiap perutnya diisi. Bahkan beberapa teguk teh manis pun bikin dia mual. Maka kami bawa dia ke DSA (dokter spesialis anak) terdekat karena kami sudah panik dan Esha belum pernah seperti itu sebelumnya. Bisa dibilang dia punya lambung tahan banting dan tidak pernah muntah meskipun beraktivitas sesudah makan. Sore itu ruang tunggu dokternya kosong jadi kami tidak perlu menunggu lama. Tapi ternyata DSA-nya samasekali nggak mengenakkan hati (saya). Setelah pemeriksaan singkat -dengan Esha yang menjerit-jerit tidak mau diletakkan di tempat tidur- si dokter bilang dia belum bisa memastikan apa yang sebetulnya terjadi karena muntah adalah gejala umum dari beberapa penyakit. Yang paling mungkin adalah infeksi saluran cerna atau awal dari diare. Saya sudah nggak bisa mikir dan pertanyaan yang tadinya penuh di kepala saya sudah *poof!* begitu saja. Tadinya saya mau tanya; kalau memang infeksi kenapa Esha tidak demam? kalau muntah yang sifatnya otomatis begitu apa gangguannya spesifik di lambung? Tapi sudah keburu ilfeel dan akhirnya sudahlah tebus saja dulu obatnya. DSA ini mempreskripsikan Vometa dan Biothicol. Yang terakhir ini antibiotik.

Sampai rumah saya cari informasi tentang balita-balita yang juga muntah mendadak. Kebanyakan dari mereka memang diberi Vometa, dan penyebab muntahnya macam-macam. Ada yang karena gangguan pencernaan, karena lendir yang tertelan setelah batuk-pilek, dan banyak lagi. Tapi yang pasti jangan sampai si anak dehidrasi karena akibatnya fatal (maka kemudian saya jadi paranoid.) Saya sudah membayangkan kemungkinan terburuk kalau si Vometa ini tidak manjur dan Esha tetap muntah; pergi ke rumah sakit dan Esha diinfus. Tapi alhamdulillah malam itu dia sudah bisa minum susu tanpa dikeluarkan lagi. Jangan tanya seperti apa rasanya tiap kali Esha minta minum (dia pasti kehausan sekali) dan melihat dia meneguk sedikit-sedikit airnya. Dia berhenti muntah tapi kemudian badannya menghangat. Saya bersikeras tidak meminumkan si antibiotik Biothicol ini karena diagnosa yang tidak jelas dan saya tidak mau meracuni Esha dengan obat yang tidak pasti. FYI, Biothicol ini diindikasikan untuk Infeksi yang disebabkan oleh Salmonella, H. Influenzae (terutama infeksi meningokokal), Rickettsia, organisme Gram negatif yang menyebabkan bakteremia (beredarnya bakteri dalam darah), meningitis (radang selaput otak). Aturan pakainya pun harus disesuaikan dengan berat badan pasien. How scary is that? Jadi saya simpan baik-baik saja di kotak hijau itu dan memilih parasetamol dan plester kompres demam untuk menurunkan panasnya. Keesokan harinya Esha sudah mulai cerewet lagi meskipun nafsu makannya menurun drastis dan dia masih trauma dengan mual-muntah yang bikin dia takut untuk minum atau makan banyak.

Alhamdulillah mulai empat hari kemarin dia sudah normal lagi :)

Tapi, sesudah sakit, dia jadi lebih manja. Akibatnya, waktu masuk sekolah lagi, dia minta ditemani di kelas lagi. Hiks. Padahal dia sudah mulai mandiri sebelumnya. Dan baru kemarin saya tau ketakutan dia selain pada anak-anak besar; takut tidak bisa. Oh, baby... Saya tau itu waktu gurunya membagikan buku mewarnai dan kotak crayon. Teman-temannya dengan antusias memilih crayon dan mulai mewarnai sementara dia malah menangis dan bilang pada saya, "Esha nggak mau buku sama crayonnya. Esha kan udah punya di rumah."
Saya bilang, "Sayang, yang di rumah itu buat belajar di rumah. Yang ini buat belajar di sekolah."
Akhirnya dia mau mewarnai tapi masih sambil berkaca-kaca dan minta dibantu. Saya lihat teman-temannya sudah jago-jago mewarnai. Begitu rapi dan berhati-hati. Jadi saya membesarkan hati Esha dengan bilang kalau dia juga pasti bisa kalau mau berlatih. Sayang sekali gurunya kerepotan mengejar anak-anak yang berlarian sehingga tidak punya waktu untuk menengok proses kerja muridnya satu persatu dan bertanya apakah mereka senang atau adakah yang bisa dibantu. Yah, namanya juga orang tua murid, pasti salah satu kerjaannya mengkritik guru :p

Lalu, siapakah si 'S'?
Ini adalah senjata salah satu guru di kelas Esha. 'S' adalah panggilan akrab untuk 'Syaiton' yang sudah dicanangkan sebagai musuh utama semua murid di Permata Hati. Kalau anak-anak sudah tidak bisa dikontrol (ada yang berlari-lari, ada yang rebutan mainan, ada yang membongkar kotak mainan, ada yang teriak-teriak) maka si ibu guru yang satu ini akan bilang, "Ayo yang tidak mau duduk jadi temannya si 'S'!" semua yang menjengkelkan adalah temannya si 'S'. Dan kalau sudah sangat jengkel, beliau akan menggambar si 'S' dengan taring dan mata melotot di papan tulis. Saya mulai bertanya; "Apakah ini sehat buat anak-anak? Apakah karena ini sekolah berbasis agama jadi sah-sah saja terus menerus menjadikan si 'S' ini sebagai ancaman buat anak-anak?"

Oh dear. Saya sedang berusaha jadi lebih dari sekedar kata hati.

Friday, February 6, 2009

waktu Esha sakit

semua orang tua pasti berharap anaknya selalu sehat, tapi sakit adalah sesuatu yang alami. gak bisa dihindari dan pasti akan terjadi. jadi, orang tua harus selalu siaga dan bisa mengantisipasi.


seumur hidupnya, Esha sudah dua kali sakit. dua-duanya flu, batuk-pilek. di riwayat kesehatannya, dia memang punya alergi; debu dan dingin. sama seperti ayah-ibunya. lendirnya akan jadi sangat produktif kalau kena alergen. karena dia lahir di bandung, yang notabene udaranya cenderung dingin, alerginya terpicu di bulan ke-3. tapi cepat reda. waktu pindah ke surabaya, sudah hilang acara hidung mampet-nya di pagi hari.

akhir bulan ke-9, dia ketularan flu dari ayahnya. itu pertama kalinya badannya demam. karena belum berpengalaman, saya panik dan kuatir. punya buku pegangan pun jadi percuma (saya kebetulan punya Baby Book-ya dr. Sears yang sebenarnya sangat handy dan menenangkan). buru-buru dibawa ke dokter, dan dia disarankan diuap buat bantu ngeluarin lendirnya.
sepuluh menit terapi, dia gak berenti nangis dan meronta-ronta. padahal dia punya tiga sesi lagi. tapi saya dan ayahnya gak tega, dan memutuskan untuk mencukupkannya disitu. akhirnya kami ajak Esha ke tempat pengobatan dengan seni pernafasan, dan Alhamdulillah tiga hari kemudian lendirnya sudah banyak berkurang. Esha cuma perlu banyak cahaya matahari pagi, doa, dan energi positif. apapun menyembuhkan kalau kita percaya. saya setuju dengan hypnotherapy; kasih anak kita kata-kata penyemangat, ucapan-ucapan positif, jangan bikin dia tambah down atau merasa makin gak enak saat dia sakit. karna semakin kita menyemangati dia untuk sembuh, kita juga jadi semakin kuat menghadapi masa sakit si anak.

kedua kalinya Esha kena flu di bulan ke-13, saya sudah tidak panik lagi. bahkan saya gak bawa dia ke dokter karena saya takut nanti dia cuma dikasih antibiotik dan disuruh terapi uap lagi. jadi di rumah saya angetin terus dada dan punggungnya, selalu sedot ingusnya (tentunya dia nangis, tapi saya harus tega. lebih baik 'jahat' jangka pendek daripada 'jahat' jangka panjang :p), dan kasih banyak air putih, makanan berkuah (meskipun dia susah sekali makannya).

saya ibu yang beruntung, karena Esha gak pernah rewel kalau sakit. paling kalau gak enak badan dia cuma minta ASI. iya, dia bener-bener tahan banting. sejak masih di dalam perut. tapi kasian juga liat ketegaran dia kadang-kadang. pengennya ya bilang, "ngeluh aja kalo sakit, nduk..." tapi apapun, saya bersyukur punya Esha. mwah mwah mwah!

moms, selalu kuat dan positif ya kalo anak lagi sakit. biar si kecil cepet sembuh :)

Halaman-halaman Lain...

 

Blog Template by YummyLolly.com - RSS icons by ComingUpForAir