Mungkin akan terdengar bodoh, tapi saya ibu yang tidak menjadikan dokter sebagai solusi ketika anaknya sakit. Kalau perawatan di rumah masih bisa dilakukan, itu akan jadi pilihan pertama. Mungkin karena selama Esha tinggal di Surabaya dia ke dokter hanya untuk imunisasi, dan dua kali pertemuan karena sakit yang hasilnya sangat tidak menyenangkan buat saya. Maka jadilah saya ibu yang skeptis (mungkin sampai ketemu DSA yang cocok.)
Beruntung sekarang bertukar informasi bukan hal yang sulit. Kalau anak sakit, Google jadi rujukan pertama untuk mencari tahu apa yang ibu-ibu lain lakukan ketika anaknya mengalami hal yang sama. Senangnya banyak ibu-ibu yang juga tidak langsung mencekoki anaknya dengan obat-obatan. Bukankah tubuh manusia sudah diciptakan untuk membangun bentengnya sendiri ketika diserang penyakit sampai ke tingkat tertentu, dimana intervensi dokter dan obat baru diperlukan.
Pengetahuan dasar untuk orangtua semacam; bahwa demam adalah tanda tubuh sedang melawan virus dan biarkan terjadi sampai batas 38 derajat Celcius, bahwa flu disebabkan virus dan tidak dibutuhkan obat (apalagi antibiotik) untuk menyembuhkannya karena tubuh sudah menyediakan penawarnya ketika dibarengi makan, cairan, dan istirahat yang cukup, bahwa bersin dan batuk adalah cara tubuh mengeluarkan benda asing dan tidak harus selalu dianggap sakit - adalah hal-hal yang seharusnya disebarkan supaya orangtua tidak mudah panik saat anaknya sakit. Menemui dokter adalah hal yang harus dilakukan kalau demam berlanjut lebih dari 48 jam, anak kehilangan tenaga atau kesadaran, dan tidak mampu menerima makanan dan cairan yang cukup.
Ketika Esha batuk atau pilek, neneknya akan panik dan segera menyuruh saya membawanya ke dokter. Lalu saya akan lagi dan lagi menjelaskan bahwa perawatan di rumah sudah cukup. Memang kasihan melihat anak sekecil Esha batuk-batuk dan hidungnya meler, tapi memang begitulah cara tubuh mungilnya membantu dia mengeluarkan penyakitnya. Saya biasanya kasih dia minum yang banyak dan obat batuk-pilek (Actifed atau Triaminic). Selama dia bisa beraktivitas seperti biasa dan nafsu makannya tidak menurun drastis, saya masih bisa tenang.
Bukannya saya tidak percaya dokter, tapi saya lebih yakin pada apa yang Tuhan sudah berikan untuk semua orang : tubuh dan segala sistemnya yang luar biasa DAN insting seorang ibu untuk tau kapan ia harus membawa anaknya ke rumah sakit dan kapan rumah adalah tempat perawatan terbaiknya.
Friday, January 21, 2011
Maaf, dok. Tidak hari ini.
Friday, March 6, 2009
peri suci
saya harus selalu ingat untuk memotong kuku Esha dan mencuci kaki dan tangannya lebih sering lagi sekarang. karena sejak dia mulai bisa jalan, kotoran jadi lebih banyak nempel di badannya. kalau saya lengah, dia bisa berlari ke halaman belakang dan main pasir sambil terkekeh-kekeh. sementara di TV ada caca dan cici (sepasang telur cacing) yang mengintimidasi ibu-ibu.
peri suci (persatuan ibu serbu cacing) adalah gerakan yang digagas Combantrin untuk memberantas epidemi cacingan di kalangan anak-anak. setelah saya baca-baca, seram juga ya akibat yang bisa disebabkan cacing kremi (untuk informasi tentang gejala dan pencegahannya, bisa dibaca disini.) makanya saya jadi cerewet dan selalu ribut kalau Esha mulai berkotor-kotoran.
anak-anak seumur Esha memang sedang senang bereksplorasi dan belajar, jadi harusnya dibiarkan bermain. tapi tentunya jangan sampai lupa untuk mengajaknya selalu menjaga kebersihan - dengan membiasakannya cuci tangan dan kaki sesudah main. moms juga harus selalu waspada kalau-kalau tangan anak yang kotor masuk ke mulutnya. daannn... pencegahan terkena cacing juga perlu, dengan memberi anak obat cacing setiap 6 bulan sekali dan perhatikan feses anak.
Posted by bu anis at 11:17 PM 0 comments
Labels: penyakit