Tuesday, July 20, 2010

Minggu Pertama Esha di Sekolah

Tiga kali pertemuan (Esha sekolahnya cuma 3 kali seminggu, memang :D ) dan masih minta ditemani di kelas. Jadi murid paling muda dan paling mirip bayi mungkin menguntungkan dan tidak pada saat bersamaan.


Hari pertama (13 Juli 2010)

Waktu semua anak-anak harus baris di depan kelas, Esha malah nangis dan minta digendong. Begitu banyak orang, banyak ibu-ibu. Crowded kayak di pasar, huehehehe, dan masih separo anak di kelasnya masih minta ditemani. Terbayang kan gimana padat merayapnya kelas Melati hari itu? Suara anak-anak nangis, jerit-jerit rebutan mainan, dan dua orang guru di kelas rasanya jauh dari memadai untuk situasi macam itu. Yang paling menjengkelkan, ada anak laki-laki berbadan besar yang tangannya ringan macam bulu; pukul, dorong, cubit, jambak. Lengkap. Esha yang mungil begitu juga jadi korbannya. Untung saya masih menemaninya, jadi bisa buru-buru saya peluk. Gurunya terlalu sibuk menurunkan anak-anak yang naik ke meja, mengeluarkan mereka yang masuk ke kotak bola-bola dan seolah sedang di taman ria, melerai anak yang berebut puzzle... Ya Tuhan. Energi dan emosi mereka pasti terkuras habis hari itu. Saya sangat mengerti. Tapi saya tetap mengharapkan kontrol yang lebih baik dari mereka. Seharusnya satu orang guru bisa berdiri di depan kelas, membawa alat musik atau boneka tangan dan mencoba memusatkan perhatian anak-anak padanya dan bukannya duduk di satu sisi kelas dan terus mengajarkan doa ke doa (Al-Fatihah, doa mau belajar, doa mau makan, doa selesai makan, doa mau pulang, doa naik kendaraan.) Sembilan puluh menit pertama sangat tidak efektif jadinya. Bukannya saya bilang mengajarkan berdoa itu tidak perlu, tapi sepertinya harus diterapkan cara yang lain supaya anak-anak tertarik dan mau mendengarkan.
Sepanjang hari itu Esha duduk merapat pada saya tapi syukurlah dia kemudian mau bersalaman dengan gurunya di akhir kelas dan mengambil bintang kertas dari depan kelas.

Hari kedua (15 Juli 2010)

Overall, semuanya membaik. Dia mau ikut berbaris meskipun masih harus nempel ke saya karena ketakutan lihat ada Vino (si tangan bulu) di sebelahnya. Di kelas dia mulai mau berbaur dengan teman-temannya, dan saya senang sekali karena mereka pintar-pintar (sudah mengenal warna, bentuk, lihai menyusun puzzle) dan yang paling penting Esha bisa lihat contoh dari mereka untuk berani memperkenalkan diri di depan kelas. Pulangnya dia sudah mau berbaris sendiri dan minta cap tangan dari gurunya.
Hari yang sama, begitu banyak orangtua yang bertanya pada saya berapa usia Esha. Mungkin karena dia kelihatan belum cukup umur untuk sekolah :D

Hari ketiga (17 Juli 2010)

Hari Sabtu, ayahnya libur dan ikut mengantar ke sekolah. Saya berharap dia jadi lebih semangat dan antusias menunjukkan ini dan itu pada ayahnya. Ternyata, dia malah melempem. Bahkan mogok di depan gerbang. Waktu berbaris dia menangis lagi dan minta pulang. Tapi setelah saya bujuk-bujuk, dia akhirnya mau masuk kelas dan meletakkan tasnya sendiri di rak. Hari itu menyenangkan buat dia karena sudah mulai ada lagu dan permainan di kelas dimana dia dengan gembiranya ikut berpartisipasi.
Tugas saya sekarang adalah membantunya untuk percaya pada dua gurunya dan berani untuk melepaskan diri dari saya pelan-pelan. Tentunya dengan catatan bahwa gurunya juga harus terus mengawasi Vino yang sudah jadi ancaman buat semua orangtua murid kelas Melati. What's wrong with the boy? Kenapa ibunya diam saja melihat anaknya begitu ringan tangan dan bolak-balik ditegur? It's none of my business but will surely be if he ever touches my daughter again.

Secara pribadi, saya sangat ingin bicara dengan guru kelas Esha dan berbagi pikiran tentang cara mengajar. Kurikulum sekolahnya seharusnya bagus, tapi kalau eksekutor-nya tidak, lalu apa gunanya? Saya tau betul seperti apa anak-anak yang baru pertama kali masuk ke lingkungan sekolah. Mengharapkan mereka bisa langsung mandiri dan menurut akan jadi terlalu melambung. Hari-hari pertama seharusnya adalah kesempatan untuk membangun kepercayaan antara murid-guru-orangtua. Icebreaking sangat perlu di saat-saat awal. Seharusnya ada momen intim, tenang, dan hangat. Membaca dongeng, roleplaying menggunakan boneka, dan terus menerus menyebutkan nama tiap anak bergantian seharusnya cukup untuk itu. Guru-guru Esha kelihatannya terlalu terpaku pada teks, kebiasaan, dan pakem yang mungkin sudah mereka lakukan bertahun-tahun.
Mungkin saya yang terlalu idealis? Terlalu protektif terhadap Esha?
Tetap saja, saya sangat ingin bicara dengan guru-gurunya. Tiap tahun anak-anak semakin pintar dan pasti selalu berbeda. Seharusnya perubahan di kelas juga layak diterapkan.


Tuesday, June 29, 2010

potty training yang berhasil :)

saya sudah sejak tahun lalu berniat mengajari Esha untuk pipis dan pup di toilet, tapi kok jadinya cuma wacana saja. akhirnya saya tetap terus memakaikan dia disposable diaper sambil memikirkan bagaimana nanti kalau dia sudah mulai sekolah, bagaimana kalau kontribusi saya untuk global warming terus meningkat akibat sampah popok, dan bagaimana kalau Esha jadi terus tidak terlatih untuk menahan diri agar tidak ngompol.

karena sejak beberapa hari lalu Esha sudah mulai fasih menggunakan toilet dan saya selalu coba untuk kasih dia waktu beberapa saat 'nongkrong' disana sebelum mandi - dan beberapa kali berhasil - maka kemarin saya betulan menjalankan niat saya untuk tidak memakaikan popok setelah mandi pagi. ternyata sukses besar! dia pipis sebelum tidur siang dan tidak ngompol sampai waktunya mandi sore. popoknya cuma dipakai selama dia tidur.

hari ini saya ulangi cara yang kemarin dan selalu saya ingatkan kalau dia kebelet harus bilang (biasanya dia baru bilang kalau sudah terlanjur ngompol :)) ). sukseeeesss. dia pipis di toilet lagi sebelum tidur siang. senangnyaaa... biarpun potty trainingnya kilat dan tanpa pispot tapi alhamdulillah sudah menampakkan hasil :D

Friday, June 11, 2010

sore itu...

... waktu saya dan suami sedang ngobrol tentang sekolah formal dan jam kerja, saya bilang, "wuahh... untung udah gak dikejar-kejar waktu dan jam. everyday's like sunday :D"

dan suami saya bilang, "nggak sadar ya kalau jadi ibu justru gak ada liburnya?"

Monday, June 7, 2010

when is the right time?

there were times when i really wanted to conceive and have another baby in the house. at those times i could really just try to make it happen. but the more Esha grows, the more discussion comes around my husband and i. things like if Esha is independent enough to be a big sister (the fact is we always know that she will always be ready to be a big sister whenever the time is. it's a natural process as long as the parents do their homework too), and whether we should expect the conceiving to happen after we move to our new house (which still takes LOTS of time to improve).

but the inconvenient truth my husband and i know is that we have fallen in love with Esha too much and been enjoying our every single second with her like crazy. we wonder if we could share our hearts. it doesn't sound fair to me (despite the fact that even the fertilization hasn't happened yet). probably him being the last child -and only boy- in his family and me being the first child in my family make us see this matter in different ways.

i don't know... i guess we're just not ready yet and that we're having too much fun with Esha at the moment and just wanting to seize our days with her for the time being. i believe the time will come for us to make the real decision and up our minds about it.

Saturday, June 5, 2010

thought of the moment

why do some parents say, "you're just a kid. you don't know what you want. just let me choose what's good for you." don't they learn that kids know better? why don't they spare some time to listen and talk rather than patronizing and dictating?

am i becoming one of the lousy parents?
hopefully not...

Friday, May 21, 2010

Ayo Sekolah! :)

Maka, tanggal 12 Juli nanti akan jadi hari bersejarah buat Esha: hari pertama sekolah. Yay! Dua hari lalu akhirnya saya ajak Esha untuk lihat-lihat calon sekolahannya. Di dekat rumah ada dua playgroup; PG Islam Permata Hati dan PG Soda Harapan (sampai sekarang saya masih bertanya-tanya, kenapa namanya Soda...). Tadinya saya cenderung daftarin Esha di PG Soda. Alasannya; lokasinya aman (di perumahan, jauh dari jalan raya), dan saya pikir bertemu teman-teman yang heterogen (beragam agama dan etnis) akan bikin dia belajar untuk lebih berpikiran terbuka dan tenggang rasa. Tapi ternyata sesudah berkunjung dan ketemu sama pihak sekolahnya, saya merasa PG Islam Permata Hati lebih nyaman untuk anak-anak dilihat dari ukuran ruangan kelas, dan chemistry saya dengan guru yang saya temui :D Iya, saya pikir nanti rasanya akan sama seperti berhubungan dengan dokter kandungan; harus nyaman untuk berkonsultasi dan harus bisa membantu saya untuk selalu semangat dan berpikir positif tentang perkembangan Esha. Waktu itu Esha nggak mau beranjak. Dia bilang, "Mau sekolah, bu... Mau ke sekolahan..." dan saya bilang dia belum bisa mulai, harus tunggu dua bulan lagi dan harus pakai seragam kalau ke sekolah. Akhirnya dia mau pulang.

Sebenarnya umur Esha masih belum cukup untuk mulai sekolah di PGI PH karena seharusnya toleransi usia paling dini disitu 2 tahun 8 bulan, sementara Esha per Juli baru 2 tahun 7 bulan (ah, beda sebulan aja, bu. hehehehe...). Tapi ternyata boleh (agak heran waktu gurunya bilang, "anak perempuan ya, bu. nggak papa mulai di 2,7 bulan." hm?) Tujuan terbesar saya memasukkan Esha ke sekolah -mungkin- mengasah kemampuan sosialisasinya. Karena, jujur, saya bukan contoh yang baik dalam hal ini buat dia. Soal dia akan jadi mandiri, berani, dan bisa mengenal dan melakukan hal-hal baru, saya yakin, pasti akan terjadi dengan sendirinya saat dia sudah siap.

Saya sudah bertemu banyak macam orang tua ketika dulu saya mengajar, dan saya tau saya mau jadi bagian dari mereka yang membiarkan anak-anaknya bahagia, gembira, tumbuh sehat, untuk kemudian bisa jadi anak yang berbakat dan cerdas. Saya tidak akan memaksa Esha untuk berjalan lebih cepat dari kemampuannya atau memilih apa yang dia tidak suka.

Hope she'll like the first day at school *praying hard*

Monday, May 17, 2010

weekend yang hemat dan menyenangkan

Senangnya kalau akhir minggu sudah datang. Hari Sabtu & Minggu waktunya berkumpul dan bersenang-senang sesudah seminggu ada di rummah dan kami cuma ketemu ayah sepulang kerja :) Tapi, jadi istri dan ibu juga harus bijak. Kalo tiap weekend foya-foya, bisa-bisa dua minggu di akhir bulan gak makan. Huehehehe...

Makanya, senang bisa tinggal di Surabaya, karena banyak taman yang layak untuk berakhir pekan dan menyenangkan buat anak-anak. Seringnya kami ajak Esha ke Taman Prestasi di pinggir Kalimas. Tamannya luas, bersih, fasilitasnya terawat, dan teduh. Permainan untuk anak-anaknya banyak dan ada monyet jinak yang bisa diajak main-main. Hihihi... Esha bisa puas main disana dan pulang dengan gembira. Minggu pagi bisa juga ke Taman Bungkul, enak buat olahraga dan lari-lari. Di pojoknya ada playground kecil, tapi sayang becek sesudah hujan.



Playground di mall juga menyenangkan, tapi hati-hati dengan kebersihannya. Terutama di area mandi bola. Teman-teman saya punya pengalaman tidak menyenangkan dengan fasilitas ini. Pulang dari mandi bola, anak-anaknya sakit dan penyakitnya pun bukan sekedar flu tapi kelumpuhan temporer dan luka mulut! Dokternya bilang kena virus. Jadi saya selalu ajak Esha ke playground mall yang tidak terlalu ramai, dan saya lihat dulu kondisi mainan-mainannya dan harus ingat untuk kasih antiseptik di tangan Esha sesudah dia main.

Aite, parents, selamat berakhir pekan :)

Halaman-halaman Lain...

 

Blog Template by YummyLolly.com - RSS icons by ComingUpForAir