Wednesday, October 27, 2010

percakapan2 lucu dengan Esha

(suatu siang, ketika sudah saatnya tidur, Esha minta chokichoki...)
saya: "tidak. nanti sore aja. sekarang bobo dulu."
(lalu saya tinggal dia ke kamar mandi. waktu saya kembali lagi, dia sedang duduk di pinggir tempat tidur masih sambil menggenggam chokichoki-nya.)
Esha: "bu, ibu baik nggak?"
saya: "menurut Esha, gimana?"
Esha: "baiiiik sekali."
saya: (terharu, tersenyum lebar) "makasih ya, sayang."
Esha: (sambil menunjukkan chokichoki) "jadi Esha boleh ya makan ini?"
- glodak! -

(saya sedang memperhatikan Esha menggambar)
Esha: "sekolahan ibu dimana?"
saya: "di... sini (sambil menyentuh dada Esha). you're my school (tersenyum)."
Esha: "lho kok? bukaaaaannn. dalemnya Esha ini tulang."
saya: (berkata dalam hati) "my bad..."
(maksud hati bermain drama, apa daya salah masa. heuaheuau...)

(suatu pagi, ketika sedang mendung)
Esha: "bu, goyangan ibu mana?"
saya: "goyangan apa, Sha?"
Esha: "yang di tembok."
saya: "he? emang ibu pernah goyang di tembok?"
Esha: "goyangaaaan. kalo ada Mister Sun, ada goyangan ibu di tembok."
saya: "oalaaaaah... itu BAyangan, Sha. bukan GOyangan."

hihi. masih banyak lagi obrolan-obrolan lainnya. Esha memang teman ngobrol yang menyenangkan dan lucu. biasanya di akhir percakapan, saya akan menggigit lengannya karena gemas dan dia akan cemberut lalu bilang, "jangan digigit, buuuu. Esha kan bukan makanan."

Thursday, October 21, 2010

orangtua yang istimewa untuk anak-anak istimewa

ketika saya mulai mengeluh "capek." dengan segala kegiatan harian; mulai dari mengurus Esha sampai pekerjaan rumah yang kadang-kadang bisa berjejalan penuh sampai badan tidak berhenti bergerak, seharusnya saya bercermin pada teman-teman saya yang juga sudah menjadi ibu dan -terlebih lagi- dikaruniai anak-anak yang istimewa.

kami sering mengobrol lewat e-mail dan comments di facebook, dan saya jadi pengikut setia status-status mereka ketika mengantarkan anaknya terapi dan pulangnya masih harus melakukan pekerjaan rumah sambil mengurus usaha online lalu harus rajin melatih anak-anak mereka di rumah kemudian dengan giat mengikuti berbagai seminar untuk bisa jadi guru terbaik buat anak-anak mereka. hampir tidak ada waktu untuk diri mereka sendiri dan apa pernah mereka berteriak "aku capeeeek!" di status? tidak. kalau mulai diserbu rasa putus asa, yang mereka bilang adalah, "terimakasih Tuhan, aku masih diingatkan untuk selalu sabar, bersyukur, dan ikhlas." dibandingkan mereka, apa yang saya jalani setiap hari jauuuuh lebih ringan.

sambil bersyukur dalam-dalam, saya cuma bisa menyemangati mereka dari jauh. apa saya bisa sekuat mereka kalau ada di posisi yang sama? sementara dikasih "capek" sedikit saja sudah cemberut dan uring-uringan. memang Tuhan Maha Adil, semua dapat porsinya masing-masing. porsi yang paling pas. Dia Maha Tahu kekuatan setiap ibu di dunia ini, dan untuk setiap dari mereka dititipkanlah anak-anak yang paling sempurna untuk kadar mereka. lalu kenapa saya masih sering lupa bersyukur? :'(

tapi, buat saya - selalu -, semua ibu tidak harus selalu jadi kuat atau dilarang menunjukkan emosinya. it's alright to be human. sometimes.

Tuesday, October 19, 2010

my sleeping child

"You're my sleeping child. The world's so wild, but you've built your own paradise..."



mari kita awali dengan lagu ini :D
saya sangat menikmati momen melihat Esha sedang tidur. meskipun saya sudah melihatnya sejak dia baru lahir, mulai dari inkubator sampai sekarang sudah memenuhi seperempat kasur ukuran queen, melihatnya tidur nyenyak adalah hal yang sangat menenangkan. betapapun bandelnya dia hari itu dan semarah apapun saya padanya, ketika melihat dia sudah terlelap, semua jengkel dan kesal menguap begitu saja. bahkan, kadang-kadang saya menangis saat lihat dia tertidur setelah saya omeli. begitu innocent dan membuat saya tertampar karena sudah jadi ibu yang grumpy dan tidak sabaran. she doesn't have to do or say anything more than just to sleep tight to kill my negative self.

saya yakin semua ibu juga merasakan hal yang sama saat melihat anak mereka tidur nyenyak. lega, tenang... berharap sakit, demam, nyamuk, mimpi buruk, dan hal buruk apapun tidak pernah membuat mereka gelisah sepanjang malam atau bahkan tidak bisa tidur samasekali.

ketika Esha tidur nyenyak, saya bisa mengalir di nafasnya yang tenang teratur. dua matanya yang terkatup membuat wajah mungilnya semakin cantik. saya biasa mengusap-usap keningnya dan menciumi pipinya pelan-pelan. anak-anak yang tertidur mengeluarkan aroma yang begitu enak yang tidak ada duanya.

dan, salah satu tanda anak bergizi baik adalah tidur selalu nyenyak :)

Wednesday, September 8, 2010

menikmati liburan :)

senangnya liat Esha bisa bersenang-senang di bandung. terakhir kali berkunjung - yang adalah waktu dia ulangtahun ke-2, desember tahun lalu - dia tidak begitu antusias. tapi kali ini, dia sangat all-out! hahaha. tidak butuh banyak waktu untuk beradaptasi, tidak ada tangisan panjang tiap kali disapa, dan dia jadi dirinya sendiri sepanjang waktu: cerewet, tidak mau duduk diam, banyak tanya, dan mbanyol :))

kami hanya akan dua minggu disini, dan saya memang berharap dia bisa menikmati waktu liburnya sebanyak dia bisa mengobati kangen yangti dan yangkungnya. untunglah mereka langsung akrab dan Esha bisa sering bikin mereka ketawa-ketawa.
saya jadi berharap hari ini adalah terus-menerus hari pertama kami di bandung...

besok sudah lebaran -yang sebenarnya memang agenda utama kunjungan kami- mudah-mudahan sesudah itu cuaca bisa cerah lebih lama supaya kami bisa jalan-jalan. sudah empat hari di bandung, baru satu kali bisa keluar rumah karena diluar itu hujan terus -_-"
kunjungan pertama adalah ke Museum Geologi. dulu Esha pernah kesana, tapi waktu itu dia masih bayim baru umur enam bulan :p kemarin dia sudah bisa tanya-tanya tentang kerangka dinosaurus, batu-batu fosil, dan segala macam yang dia lihat.
kalau cuaca bersahabat, pengen juga ajak dia ke Rumah Kupu-Kupu, Taman Lalu Lintas, dan baca-baca di Reading Lights.

i love this year's mudik so much. ecstatic! :)

Sunday, August 29, 2010

Bersama, Aku Bisa!

Sudah sebulan Esha sekolah, dan senangnya bisa lihat dia mulai menikmati kegiatan-kegiatan di kelas dan berani menggunakan fasilitas sekolah meskipun dia masih belum bisa berbaur dengan teman-temannya dan jadi sangat pendiam. Saya selalu menguatkan hati saya sendiri untuk tidak merasa kasihan melihat Esha duduk di pinggir dan tidak protes kalau teman-temannya naik meja menghalangi pandangan, karena dengan begitu saya bisa menguatkan dan menyemangati Esha untuk belajar mandiri, berani, dan pada akhirnya bisa membela diri. Saya juga lega karena sejauh ini dia bisa mengambil moral di akhir hari-hari sekolahnya dengan bercerita bahwa merebut mainan, memukul, mendorong, mencoret-coret itu tidak baik. Harapan besar saya, sebagai ibu, adalah dia akan terus bisa menggunakan akal sehatnya untuk membedakan mana yang baik, mana yang buruk. Mana yang boleh dan tidak. (dia memang baru dua tahun sembilan bulan sekarang, tapi dia akan jadi gadis remaja nantinya, and without a good head upon her shoulders, you know how scary that could be...)

Di rumah, Esha memperlakukan kertas dan alat tulis seperti yang dia mau, dan itu saja. Dia bukan penggemar buku mewarnai atau penyambung garis putus-putus. Kertas polos adalah yang paling cocok karena disitu dia bisa bikin apa saja semau dia. Lingkaran yang jadi kentang, oval yang jadi ikan, persegi yang jadi rumah, garis-garis yang jadi cacing... Tapi baru seminggu ini saya tahu bahwa koordinasi tangan dan mata-nya ternyata sudah sangat baik. Di sekolah ternyata dia bisa menyelesaikan tugas-tugasnya dengan baik. Mulai dari meronce potongan-potongan sedotan, menebali titik membentuk garis-garis miring dan lengkungan, sampai mewarnai huruf hijaiyah. Semua dia bereskan dengan rapi. Melihat bagaimana dia menangis waktu pertama kali disodori buku mewarnai dengan gambar apel, saya pikir dia pasti akan butuh bantuan saat mewarnai huruf, tapi ternyata dengan santainya dia memilih krayon kuning dan mewarnai dengan sangat rapi. Surprise! *oh i'm teary happy and proud of her :')*

Mudah-mudahan sesudah libur lebaran ini dia bisa lebih berani dan percaya diri untuk bersosialisasi dan bersuara lantang di kelas.

You've been doing great, girl. I'm so proud of you :* :)

Saturday, August 7, 2010

cerita tentang Vometa dan si 'S'

Seminggu yang lalu, tepatnya Minggu sore, Esha tiba-tiba muntah setelah maghrib. Awalnya saya pikir dia cuma masuk angin karena sempat ketiduran dekat kipas angin dan sebelumnya dia baik-baik saja. Ternyata sesudah itu dia muntah lagi dan lagi setiap perutnya diisi. Bahkan beberapa teguk teh manis pun bikin dia mual. Maka kami bawa dia ke DSA (dokter spesialis anak) terdekat karena kami sudah panik dan Esha belum pernah seperti itu sebelumnya. Bisa dibilang dia punya lambung tahan banting dan tidak pernah muntah meskipun beraktivitas sesudah makan. Sore itu ruang tunggu dokternya kosong jadi kami tidak perlu menunggu lama. Tapi ternyata DSA-nya samasekali nggak mengenakkan hati (saya). Setelah pemeriksaan singkat -dengan Esha yang menjerit-jerit tidak mau diletakkan di tempat tidur- si dokter bilang dia belum bisa memastikan apa yang sebetulnya terjadi karena muntah adalah gejala umum dari beberapa penyakit. Yang paling mungkin adalah infeksi saluran cerna atau awal dari diare. Saya sudah nggak bisa mikir dan pertanyaan yang tadinya penuh di kepala saya sudah *poof!* begitu saja. Tadinya saya mau tanya; kalau memang infeksi kenapa Esha tidak demam? kalau muntah yang sifatnya otomatis begitu apa gangguannya spesifik di lambung? Tapi sudah keburu ilfeel dan akhirnya sudahlah tebus saja dulu obatnya. DSA ini mempreskripsikan Vometa dan Biothicol. Yang terakhir ini antibiotik.

Sampai rumah saya cari informasi tentang balita-balita yang juga muntah mendadak. Kebanyakan dari mereka memang diberi Vometa, dan penyebab muntahnya macam-macam. Ada yang karena gangguan pencernaan, karena lendir yang tertelan setelah batuk-pilek, dan banyak lagi. Tapi yang pasti jangan sampai si anak dehidrasi karena akibatnya fatal (maka kemudian saya jadi paranoid.) Saya sudah membayangkan kemungkinan terburuk kalau si Vometa ini tidak manjur dan Esha tetap muntah; pergi ke rumah sakit dan Esha diinfus. Tapi alhamdulillah malam itu dia sudah bisa minum susu tanpa dikeluarkan lagi. Jangan tanya seperti apa rasanya tiap kali Esha minta minum (dia pasti kehausan sekali) dan melihat dia meneguk sedikit-sedikit airnya. Dia berhenti muntah tapi kemudian badannya menghangat. Saya bersikeras tidak meminumkan si antibiotik Biothicol ini karena diagnosa yang tidak jelas dan saya tidak mau meracuni Esha dengan obat yang tidak pasti. FYI, Biothicol ini diindikasikan untuk Infeksi yang disebabkan oleh Salmonella, H. Influenzae (terutama infeksi meningokokal), Rickettsia, organisme Gram negatif yang menyebabkan bakteremia (beredarnya bakteri dalam darah), meningitis (radang selaput otak). Aturan pakainya pun harus disesuaikan dengan berat badan pasien. How scary is that? Jadi saya simpan baik-baik saja di kotak hijau itu dan memilih parasetamol dan plester kompres demam untuk menurunkan panasnya. Keesokan harinya Esha sudah mulai cerewet lagi meskipun nafsu makannya menurun drastis dan dia masih trauma dengan mual-muntah yang bikin dia takut untuk minum atau makan banyak.

Alhamdulillah mulai empat hari kemarin dia sudah normal lagi :)

Tapi, sesudah sakit, dia jadi lebih manja. Akibatnya, waktu masuk sekolah lagi, dia minta ditemani di kelas lagi. Hiks. Padahal dia sudah mulai mandiri sebelumnya. Dan baru kemarin saya tau ketakutan dia selain pada anak-anak besar; takut tidak bisa. Oh, baby... Saya tau itu waktu gurunya membagikan buku mewarnai dan kotak crayon. Teman-temannya dengan antusias memilih crayon dan mulai mewarnai sementara dia malah menangis dan bilang pada saya, "Esha nggak mau buku sama crayonnya. Esha kan udah punya di rumah."
Saya bilang, "Sayang, yang di rumah itu buat belajar di rumah. Yang ini buat belajar di sekolah."
Akhirnya dia mau mewarnai tapi masih sambil berkaca-kaca dan minta dibantu. Saya lihat teman-temannya sudah jago-jago mewarnai. Begitu rapi dan berhati-hati. Jadi saya membesarkan hati Esha dengan bilang kalau dia juga pasti bisa kalau mau berlatih. Sayang sekali gurunya kerepotan mengejar anak-anak yang berlarian sehingga tidak punya waktu untuk menengok proses kerja muridnya satu persatu dan bertanya apakah mereka senang atau adakah yang bisa dibantu. Yah, namanya juga orang tua murid, pasti salah satu kerjaannya mengkritik guru :p

Lalu, siapakah si 'S'?
Ini adalah senjata salah satu guru di kelas Esha. 'S' adalah panggilan akrab untuk 'Syaiton' yang sudah dicanangkan sebagai musuh utama semua murid di Permata Hati. Kalau anak-anak sudah tidak bisa dikontrol (ada yang berlari-lari, ada yang rebutan mainan, ada yang membongkar kotak mainan, ada yang teriak-teriak) maka si ibu guru yang satu ini akan bilang, "Ayo yang tidak mau duduk jadi temannya si 'S'!" semua yang menjengkelkan adalah temannya si 'S'. Dan kalau sudah sangat jengkel, beliau akan menggambar si 'S' dengan taring dan mata melotot di papan tulis. Saya mulai bertanya; "Apakah ini sehat buat anak-anak? Apakah karena ini sekolah berbasis agama jadi sah-sah saja terus menerus menjadikan si 'S' ini sebagai ancaman buat anak-anak?"

Oh dear. Saya sedang berusaha jadi lebih dari sekedar kata hati.

Tuesday, July 20, 2010

Minggu Pertama Esha di Sekolah

Tiga kali pertemuan (Esha sekolahnya cuma 3 kali seminggu, memang :D ) dan masih minta ditemani di kelas. Jadi murid paling muda dan paling mirip bayi mungkin menguntungkan dan tidak pada saat bersamaan.


Hari pertama (13 Juli 2010)

Waktu semua anak-anak harus baris di depan kelas, Esha malah nangis dan minta digendong. Begitu banyak orang, banyak ibu-ibu. Crowded kayak di pasar, huehehehe, dan masih separo anak di kelasnya masih minta ditemani. Terbayang kan gimana padat merayapnya kelas Melati hari itu? Suara anak-anak nangis, jerit-jerit rebutan mainan, dan dua orang guru di kelas rasanya jauh dari memadai untuk situasi macam itu. Yang paling menjengkelkan, ada anak laki-laki berbadan besar yang tangannya ringan macam bulu; pukul, dorong, cubit, jambak. Lengkap. Esha yang mungil begitu juga jadi korbannya. Untung saya masih menemaninya, jadi bisa buru-buru saya peluk. Gurunya terlalu sibuk menurunkan anak-anak yang naik ke meja, mengeluarkan mereka yang masuk ke kotak bola-bola dan seolah sedang di taman ria, melerai anak yang berebut puzzle... Ya Tuhan. Energi dan emosi mereka pasti terkuras habis hari itu. Saya sangat mengerti. Tapi saya tetap mengharapkan kontrol yang lebih baik dari mereka. Seharusnya satu orang guru bisa berdiri di depan kelas, membawa alat musik atau boneka tangan dan mencoba memusatkan perhatian anak-anak padanya dan bukannya duduk di satu sisi kelas dan terus mengajarkan doa ke doa (Al-Fatihah, doa mau belajar, doa mau makan, doa selesai makan, doa mau pulang, doa naik kendaraan.) Sembilan puluh menit pertama sangat tidak efektif jadinya. Bukannya saya bilang mengajarkan berdoa itu tidak perlu, tapi sepertinya harus diterapkan cara yang lain supaya anak-anak tertarik dan mau mendengarkan.
Sepanjang hari itu Esha duduk merapat pada saya tapi syukurlah dia kemudian mau bersalaman dengan gurunya di akhir kelas dan mengambil bintang kertas dari depan kelas.

Hari kedua (15 Juli 2010)

Overall, semuanya membaik. Dia mau ikut berbaris meskipun masih harus nempel ke saya karena ketakutan lihat ada Vino (si tangan bulu) di sebelahnya. Di kelas dia mulai mau berbaur dengan teman-temannya, dan saya senang sekali karena mereka pintar-pintar (sudah mengenal warna, bentuk, lihai menyusun puzzle) dan yang paling penting Esha bisa lihat contoh dari mereka untuk berani memperkenalkan diri di depan kelas. Pulangnya dia sudah mau berbaris sendiri dan minta cap tangan dari gurunya.
Hari yang sama, begitu banyak orangtua yang bertanya pada saya berapa usia Esha. Mungkin karena dia kelihatan belum cukup umur untuk sekolah :D

Hari ketiga (17 Juli 2010)

Hari Sabtu, ayahnya libur dan ikut mengantar ke sekolah. Saya berharap dia jadi lebih semangat dan antusias menunjukkan ini dan itu pada ayahnya. Ternyata, dia malah melempem. Bahkan mogok di depan gerbang. Waktu berbaris dia menangis lagi dan minta pulang. Tapi setelah saya bujuk-bujuk, dia akhirnya mau masuk kelas dan meletakkan tasnya sendiri di rak. Hari itu menyenangkan buat dia karena sudah mulai ada lagu dan permainan di kelas dimana dia dengan gembiranya ikut berpartisipasi.
Tugas saya sekarang adalah membantunya untuk percaya pada dua gurunya dan berani untuk melepaskan diri dari saya pelan-pelan. Tentunya dengan catatan bahwa gurunya juga harus terus mengawasi Vino yang sudah jadi ancaman buat semua orangtua murid kelas Melati. What's wrong with the boy? Kenapa ibunya diam saja melihat anaknya begitu ringan tangan dan bolak-balik ditegur? It's none of my business but will surely be if he ever touches my daughter again.

Secara pribadi, saya sangat ingin bicara dengan guru kelas Esha dan berbagi pikiran tentang cara mengajar. Kurikulum sekolahnya seharusnya bagus, tapi kalau eksekutor-nya tidak, lalu apa gunanya? Saya tau betul seperti apa anak-anak yang baru pertama kali masuk ke lingkungan sekolah. Mengharapkan mereka bisa langsung mandiri dan menurut akan jadi terlalu melambung. Hari-hari pertama seharusnya adalah kesempatan untuk membangun kepercayaan antara murid-guru-orangtua. Icebreaking sangat perlu di saat-saat awal. Seharusnya ada momen intim, tenang, dan hangat. Membaca dongeng, roleplaying menggunakan boneka, dan terus menerus menyebutkan nama tiap anak bergantian seharusnya cukup untuk itu. Guru-guru Esha kelihatannya terlalu terpaku pada teks, kebiasaan, dan pakem yang mungkin sudah mereka lakukan bertahun-tahun.
Mungkin saya yang terlalu idealis? Terlalu protektif terhadap Esha?
Tetap saja, saya sangat ingin bicara dengan guru-gurunya. Tiap tahun anak-anak semakin pintar dan pasti selalu berbeda. Seharusnya perubahan di kelas juga layak diterapkan.


Halaman-halaman Lain...

 

Blog Template by YummyLolly.com - RSS icons by ComingUpForAir